LBH Manado bersama Jurnalis, Pers Mahasiswa dan Organisasi Mahasiswa usai mengikuti pelatihan berperspektif gender dan ramah hak asasi manusia di Hotel Arya Duta Manado, Jumat (10/3/2023). (Foto: Henly Rahman/LBH Manado)
MANADO, SULAWESION.COM – Perlakuan diskriminatif, kekerasan dan penindasan kepada kolompok atau komunitas yang berada pada posisi marginal, rentan dan minoritas masih menjadi momok penting untuk dibahas.
Diperlukan upaya bersama jejaring untuk menghapuskan diskriminasi dan kekerasan terhadap kelompok rentan dan minoritas ini.
Seharusnya negara hadir dalam menghubungkan dan membuka akses layanan ke berbagai sektor, mendorong dan memperkuat keberdayaan masyarakat untuk mengadvokasi hak-haknya sebagai warga negara.
Melalui Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Lembaga Bantuan Hukum atau YLBHI-LBH Manado, stereotip terhadap gender diulas dalam kegiatan bertajuk “Pelatihan Jurnalis Media Lokal Manado Berperspektif Gender dan Ramah Hak Asasi Manusia” yang dilaksanakan di Hotel Arya Duta Manado, Jumat (10/3/2023).
Kegiatan ini dalam rangka untuk memperluas perlindungan kelompok rentan di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) terlebih khusus di Kota Manado.
Kepala Operasional LBH Manado Satriano Pangkey dalam sambutannya menuturkan kegiatan ini diinisiasi tidak lepas dari penilaian mereka bahwa jurnalis memiliki peran penting untuk memberitakan hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
“Kita kategorikan kelompok-kelompok rentan, konsep pelatihan ini akan ada saling tukar pikiran,” tutur Yano sapaan akrabnya mewakili sambutan Direktur Utama (Dirut) LBH Manado Frank Kahiking.
Yano berharap agar supaya di Sulut khususnya di Manado, para jurnalis yang mengikuti pelatihan ini bisa memberitakan hal-hal yang berpihak pada kelompok rentan.
“Jurnalis harus berpihak dalam hak asasi manusia,” harapnya.
Materi pertama disampaikan oleh Pascal David Wungkana selaku kepala Internal LBH Manado soal hak asasi manusia yang dimoderatori oleh Citra Tangkudung.
Ia menjabarkan tentang apa itu ham, perkembangan, bentuk pelanggaran dan instrumennya.
“Adanya pandangan bias dalam mengartikan apa itu ham. Semisal ham adalah produk barat, tidak cocok untuk budaya timur yang agamais, bentuk kolonialisasi modern. Ham hanya tentang pelanggaran ham berat seperti genosida, kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang. Ham hanya soal kebebasan berpendapat, berekspresi, berkeyakinan, kesetaraan gender dan ras. Sedangkan ham ada pada negara, membuat aturan, memaksakan aturan,” jabar Pascal.
Menurut Pascal, mengabaikan hak asasi manusia adalah mengabaikan manusia itu sendiri.
Ia juga menyentil mengenai empat prinsip ham, diantaranya kesetaraan/non diskriminasi, universal/tidak dapat direnggut, tidak dapat dibagi dan saling bergantung.
“Kelompok yang paling rentan menjadi korban adalah miskin, buruh, perempuan, gender minoritas, masyarakat adat, agama minoritas dan anak serta pembela ham itu sendiri,” sentilnya.
Sementara itu, Ketua AJI Manado Fransiskus Talokon membawa materi kedua soal Kode Etik Jurnalis (KEJ). Meskipun hampir keseluruhan para peserta bergelut dalam dunia jurnalis, namun KEJ tetap memiliki porsi tersendiri untuk bisa direfleksikan bersama.
Talakon memyebutkan, KEJ merupakan pagar api bagi jurnalis dalam menjalankan kerja-kerja jurnalis.
“Sebagai seorang jurnalis harus mengedepankan etika jurnalisme dalam menjalankan peliputan, termasuk mengacu pada Undang Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” sebut pemimpin redaksi Kanalmetro.com ini.
Materi ketiga dibawakan oleh Sekretaris AJI Manado Isa Anshar Jusuf mengenai SOGIE-SC atau Sexual Orientation, Gender Indentity, Expressions and Sexual Characteritic.
Jurnalis Kumparan ini mengungkapkan ada sesuatu yang tidak adil dalam konteks pemberitaan kepada kelompok minoritas maupun marjinal.
Kemudian ia memaparkan soal skema seks, gender, seksual, dan orientasi seksual.
Materi terakhir disampaikan oleh Leriando Kambey selaku Bidang Advokasi AJI Manado tentang istilah kata dan bahasa kelompok gender.
Dalam kontek pemberitaan kata Kambey, ada istilah ataupun kata dan bahasa yang dapat memicu keresahan dan ketersinggungan bagi kelompok minoritas.
“Isitlah ini akan membuat mereka merasa disudutkan,” kata Leka sapaan akrabnya.
Menurutnya, jurnalis sepantasnya untuk menghargai dan mengedepankan etika dan moral dalam menulis pemberitaan yang menyangkut hak asasi manusia.
Perlu diketahui usai pelatihan ini, LBH Manado bersama para jejaring bakal berupaya menggoalskan Peraturan Daerah (Perda) Kota Ramah HAM. Perlu adanya kesamaan persepsi baik insan pers, pers mahasiswa, dan organisasi terkait kelompok minoritas yang bisa berdampak kepada mereka.
Noufryadi Sururama