Tim Pelaksana Fokus Demokrasi Lentera (FDL) Research and Consulting saat diwawancarai awak media di Cafe Warung Kobong, Jl Pumorow, Teling, Kota Manado, Sulawesi Utara (Sulut), Rabu (21/6/2023). (Foto: Adi Sururama)
MANADO, SULAWESION.COM – Polarisasi Politik menjadi momok penting untuk dibahas dan kemudian harus mencari cara untuk mengerucutkan persoalan ini yang timbul dari pesta demokrasi beberapa waktu lalu.
Kontestasi politik di pilkada, legislatif maupun pemilihan presiden kerap turut menyisakan persoalan ekstrem yang bukan hanya menimbulkan kegaduhan di masyarakat kolektif, namun lebih kepada merusak nilai-nilai demokrasi.
Menjawab tantangan ini pun dibutuhkan skema secara komprehensif, kritis, progresif dengan berbasis kajian ilmiah agar polarisasi politik bisa diminimalisir.
“Soal polarisasi politik tidak bisa dihilangkan karena berasal setiap proses kontes demokrasi yang tidak bisa terelakan,” ungkap Harsen Roy Tampomuri SIP MA selaku Direktur Eksekutif Fokus Demokrasi Lentera (FDL) Research and Consulting di Cafe Warung Kobong, Jl Pumorow, Teling, Kota Manado, Sulawesi Utara (Sulut), Rabu (21/6/2023) sore.
Harsen menjelaskan upaya mitigasi polarisasi politik dibutuhkan hasil riset yang mumpuni, hal ini menurutnya menjadi referensi agar supaya faktor ini tidak dapat timbul di pemilu 2024 mendatang.
“Untuk memberikan masukan untuk isu-isu yang punya dampak negatif merusak kesatuan dan solidaritas bangsa,” jelasnya.
Harsen menerangkan polarisasi politik mencuat usai pemilu di tahun 2017 lalu, kemudian berdampak pada pilpres 2019.
“Apalagi kandidatnya hanya dua pasang, tensinya lebih heboh,” terangnya.
Josef K Kairupan SIP MIP selaku Direktur Riset FDL turut menyesalkan adanya polarisasi politik ini, dimana muncul narasi dan diksi-diksi baru yang menciptakan sentimental di antara masyarakat.
“Kita mengharapkan di pemilu 2024 tidak terjadi lagi,” sesalnya berharap.
Sementara Pangasihan Santo Amisan SIP selaku Direktur Media dan Branding FDL menerangkan di Sulut polarisasi politik sudah ada dan tak bisa terelakan, namun dengan dilaunchingnya FDL mampu mengedukasi publik terkait politik.
“Intinya satu hal perlu kita percayai, dengan bersama untuk meminimalisir polarisasi politik dibutuhkan kedewasaan dalam berpolitik,” terang Santo.
Menurut Santo FDL mempunyai program untuk pendidikan politik yaitu diklat politik yang bertujuan untuk menyadarkan mahasiswa, calon legislatif, jurnalis dan masyarakat untuk mempunyai kesadaran dalam politik.
Lanjut Santo, indikator demokrasi bisa didorong bukan hanya di forum lokal Sulut saja melainkan di kancah nasional, makanya FDL tengah mempersiapkan agar ada kolaborasi yang masif untuk menimalisir polarisasi politik ini.
Pertama dengan basis pengetahuan dan keilmuan akan dikontruksikan untuk memberikan dampak positif di Sulut, kedua dengan beragam pengalaman yang dimiliki tim pelaksana FDL akan menjadi bagian dalam kerja-kerja mereka ke depan. Ketiga yaitu jejaring yang dimiliki oleh FDL.
Santo menambahkan bahwa FDL bakal menyesuaikan dengan perkembangan zaman, saat ini masuk pada tahapan revolusi industri 4.0, nah diperlukan untuk mengolah data yang berbasis kajian ilmiah.
“Kita akan dorong kombinasi antara bentuk data manual dengan digital, tentu dengan kaidah keilmuan dan ilmiah, dengan basis data yang jelas,” tambahnya.
Yaya Piri SIK MSi selaku Direktur Komunikasi dan Keuangan FDL menutupnya dengan mengatakan bahwa adanya harmonisasi antara digital dan human.
“Demikian juga dengan iklim demokrasi yang ada, informasi dan komunikasi yang berkembang tidak membawa manusia yang tidak terpolarisasi,” tutupnya.
Noufryadi Sururama