Kepala Unit (Kanit) UPTD PPA Kotamobagu Susilawaty Gilalom. Foto: Istimewa.
SULAWESION.COM,KOTAMOBAGU – Tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kotamobagu, di tahun 2023 tercatat sebanyak 130, menurut data Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kotamobagu.
Mayoritas dari kasus tersebut, yakni sebanyak 85 kasus, merupakan kasus kekerasan terhadap anak, dan tambahan 45 kasus terkait kekerasan terhadap perempuan, hal ini sebagaimana dijelaskan, Kepala UPTD PPA Kotamobagu, Susilawaty Gilalom, Kamis (1/2/2024).
Menurutnya, dalam kasus yang ditangani UPTD PPA, pelakunya mayoritas adalah orang-orang dekat korban, termasuk orang tua dan tetangga.
“Ada yang melibatkan orang tua, ada pula yang melibatkan tetangga—banyak di antara mereka adalah saudara dekat,” ujarnya.
Lebih jelas Susi menjelaskan, tidak semua kasus diproses melalui jalur hukum, beberapa kasus dimediasi melalui kesepakatan bersama dengan dihadiri pejabat Pemerintah Daerah atau Pihak Kepolisian.
“Ada kasus yang dimediasi melalui musyawarah keluarga oleh UPTD PPA, seperti perselisihan hak asuh anak, penelantaran anak, atau kekerasan psikis terhadap anak,” ujarnya lagi.
Susi menambahkan, selain itu, kasus kekerasan fisik terkadang tidak dilanjutkan secara hukum karena adanya kesepakatan damai antara pihak-pihak yang terlibat.
“Ada kasus kekerasan fisik yang tidak dilakukan secara hukum karena sudah ada kesepakatan damai, biasanya atas permintaan kedua belah pihak, mengingat pelakunya adalah keluarga dekat atau tetangga,” ujarnya lagi.
Susi menegaskan, sekali lagi kasus kekerasan seksual terhadap anak tidak bisa dimediasi dan harus diproses secara hukum.
“Untuk kasus kekerasan seksual terhadap anak, terlepas dari hubungan kekerabatannya atau berpacaran, kasus tersebut diproses secara hukum,” tegasnya.
Namun, untuk kekerasan terhadap perempuan dewasa, dampaknya tidak terlalu ketat dan bergantung pada kesediaan korban.
“Soal kekerasan terhadap perempuan dewasa, tergantung individunya. Kalau korban tidak keberatan, tidak bisa dilakukan tindakan hukum,” ujarnya.
“Pada tahun 2024, sudah ada sembilan kasus yang dilaporkan ke UPTD PPA, dan penanganan kasus tersebut akan mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan,” tambahnya.