Opini oleh: Muhamad Jamil SH selaku Koordinator Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) serta Kuasa Hukum Masyarakat Wawonii, Sulawesi Tenggara dan Kuasa Hukum Save Sangihe Island (SSI) di Sulawesi Utara.
SULAWESION.COM – Kamis, 21 Maret 2024, dalam sidang majelis hakim Mahkamah Konstitusi yang diketuai oleh Suhartoyo SH MH memutuskan menolak untuk seluruhnya gugatan uji materil atas Undang Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil yang diajukan oleh PT Gema Kreasi Perdana (GKP).
PT GKP merupakan sebuah perusahaan pertambangan nikel yang beroperasi di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Sebelumnya, PT GKP mengajukan uji materil atas pasal 35 huruf k Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007 yang telah diubah menjadi Undanf Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Isi pasal 35 huruf k tersebut yakni: Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Setiap Orang Secara Langsung atau Tidak Langsung Dilarang:
Melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial dan atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan atau pencemaran lingkungan dan.atau merugikan masyarakat sekitarnya.
Dengan adanya putusan ini, bukan hanya PT GKP tidak dibolehkan secara hukum untuk melakukan pertambangan mineral di Pulau Wawonii, tetapi juga PT Tambang Mas Sangihe (TMS) di Pulau Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara, serta setiap perusahaan tambang yang hendak melakukan penambangan mineral di pulau kecil manapun di Indonesia.
Ini bukan hanya kemenangan masyarakat Pulau Wawonii, tetapi juga kemenangan masyarakat Sangihe, serta warga pulau-pulau kecil lainnya. Bahwa hukum di Indonesia ditegakkan untuk melindungi pulau kecil dan masyarakatnya dari ancaman perusahaan-perusahaan tambang yang hendak meraup keuntungan dengan merebut ruang hidup mereka.
Dengan putusan ini juga, Kontrak Karya PT TMS berlaku hanya sebagai sebuah kontrak yang tidak bisa dioperasionalkan karena Menteri ESDM RI dilarang oleh undang undang untuk mengeluarkan ijin operasional atas setiap perusahaan tambang yang akan beroperasi di pulau kecil. Artinya Kontrak Karya PT TMS hanya terhenti sebagai sebuah kontrak belaka.
Dampak selanjutnya dari putusan ini adalah semua jenis pertambangan mineral dalam bentuk apa pun di pulau kecil adalah ilegal menurut hukum.
Karena itu menyikapi maraknya pertambangan ilegal di pulau Sangihe yang dilakukan oleh para cukong mafia tambang ilegal serta pembiaran atas seluruh aktivitas tambang ilegal ini oleh aparat penegak hukum (APH) maka perlu dinyatakan sebagai berikut:
1. Setiap tindakan pertambangan mineral ilegal di Pulau Sangihe merupakan tindakan melawan hukum khususnya terhadap Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, serta Undang Undang nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba.
2. Penegasan ketentuan pasal 158 Undang Undang 3 Tahun 2020 tentang Minerba; “Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
3. Pembiaran terhadap pertambangan ilegal di Pulau Sangihe oleh aparat penegak hukum khususnya Kepolisian Resor (Polres) Sangihe patut diduga sebagai tindakan pelanggaran terhadap Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia yakni :
– Pasal 5 huruf c: Menjalankan tugas, wewenang dan tanggungjawab secara profesional, proporsional dan prosedural.
– Pasal 12 huruf a: Menolak atau mengabaikan permintaan pertolongan, bantuan atau Laporan dan pengaduan masyarakat yang menjadi lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya.
Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana disebutkan di atas maka hukum di Indonesia menyatakan setiap tindak penambangan mineral di pulau-pulau kecil termasuk di Pulau Sangihe, baik oleh korporasi maupun oleh perseorangan adalah ilegal.
Karena itu APH dituntut untuk menegakkan hukum secara konsisten dengan melakukan tindakan hukum serta memproses siapa pun yang terlibat dalam pertambangan ilegal di Pulau Sangihe, termasuk adanya dugaan keterlibatan oknum mereka sendiri dalam sindikat pertambangan ilegal ini.