Sejumlah warga yang tinggal di bantaran sungai Kelurahan Tanjung Merah. (Dokumentasi – Yaser)
BITUNG, SULAWESION.COM – Sejumlah warga yang tinggal di bantaran sungai Kelurahan Tanjung Merah, Kecamatan Matuari, Kota Bitung mengalami gejala mual dan pusing, Sabtu (27/04) akhir pekan lalu.
Gejala itu disinyalir akibat terpapar limbah berbahaya sepanjang aliran sungai. Tidak hanya itu, warga juga menemukan ikan mati mengambang.
Informasi yang diperoleh dari warga, bau yang keluar dari aliran sungai menyengat. Bahkan ada beberapa masyarakat sempat mengalami gajala pusing dan mual.
Baca juga: Menakar Kerakusan Tambang Emas Ilegal Sangihe: Quo Vadis Domine APH?
“Air di aliran sungai tidak seperti biasanya. Selain warna coklat berserat, juga mengeluarkan bau yang menyengat,” beber Wilmar Todaeng (49) warga yang tinggal di bantaran sungai Tanjung Merah saat ditemui media ini, Senin (29/04/2024) pagi.
Sambil bersihkan pekuburan, Wilmar yang ditemani istrinya bercerita kejadian serupa sempat terjadi pada bulan Januari lalu.
“Waktu lalu itu ada ikan peliharaan warga mati. Tapi sudah terselesaikan lewat musyawarah di kantor Kelurahan dengan pihak PT Futai Sulawesi Utara,” ucapnya.
Kendati begitu, sebelum ada bukti pencemaran sungai, Wilmar tak ingin berprasangka lebih kepada perusahaan yang tercatat sebagai penanaman modal asing (PMA) itu.
Menurutnya, kehadiran perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan kertas dan plastik ini membawa dampak dari sisi penyerapan tenaga kerja. Khususnya, kata Wilmar, warga Tanjung Merah.
“Kami tak ingin disebut sebagai warga yang mengganggu stabilitas investasi. Tapi, kami harap perusahaan apapun itu dalam pengelolaan limbah agar tidak serampangan,” jelasnya.
Kepala Kelurahan (Lurah) Tanjung Merah Merlin Lengkong saat dikonfirmasi terkait warganya yang terdampak limbah di sungai tidak berada ditempat.
Lewat pesan singkat, Merlin menjelaskan sedang menghadiri kegiatan di Provinsi Sulawesi Utara.
“Sejauh ini belum ada warga yang datang langsung ke kantor kelurahan melapor. Tapi, saya sudah terima informasi dari RT,” katanya.
Di pesan itu juga, Merlin membeberkan hal yang sama dengan Wilmar. Menurutnya, kejadian serupa sempat terjadi pada bulan Januari lalu.
“Lalu hal yang sama sempat terjadi terkait dengan libah tersebut. Namun, diselesaikan lewat mediasi di Kantor Lurah bersama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Selsai giat ini, saya akan turun ke PT Futai,” bebernya.
Sementara itu, Erwin Irawan salah satu pekerja di PT Futai Sulawesi Utara ketika ditemui diruang kerjanya membantah pihaknya melakukan pencemaran aliran sungai.
Berbekal kertas putih dengan gambar peta, Erwin menjelaskan, ada dua aliran sungai dengan volume air berbeda yang mengalir ke samping rumah warga.
“Kemarin saya sudah turun lapangan. Ada dua aliran sungai dengan volume air yang berbeda. Aliran sungai bersebelahan dengan kami itu ada penyekat. Sehingga tidak masuk dalam logika bahwa kami melakukan pencemaran,” jelasnya.
Ia sendiri tidak menampik pada Januari lalu itu ada ikan peliharaan warga sekitar mati mendadak.
“Waktu lalu itu memang ada kebocoran. Sehingga ada ikan mati. Tapi, sudah diselesaikan di kelurahan,” tukasnya.