BOLMUT, SULAWESION.COM – Penjabat (Pj) Bupati Sirajudin Lasena memimpin rapat evaluasi kinerja triwulan pertama dan persiapan HUT ke-17 Kabupaten Bolmut di Aula Bapelitbang, Senin (29/4/2024).
Dalam rapat tersebut dirinya sempat membahas bagaimana hama belalang yang menyerang Desa Bohabak IV, Kecamatan Bolangitang Timur.
Lasena menanyakan langsung kepada sangadi Bohabak IV bagaimana perkembangan hama belalang tersebut.
Sangadi Bohabak IV Salmin Aku mengatakan saat ini setelah dilakukan penyemprotan hama belalang sudah berkurang.
“Tapi sebagian sudah berpindah di area wilayah Biontong,” kata Salmin menjawab pertanyaan penjabat bupati.
Bahkan dirinya juga telah menyampaikan kebutuhan petani saat ini setelah diserang hama belalang.
Kepala Bidang Prasarana, Sarana dan Penyuluh Dinas Pertanian Bolmut Syarifuddin menjelaskan berdasarkan laporan yang masuk saat ini sudah ada perubahan hama belalang pasca dilaksanakannya pengendalian waktu lalu.
“Sudah berkurang. Sekalian juga diingatkan bagi petani jagung yang telah menanam untuk waspada dengan ulat,” jelasnya sembari menambahkan hal ini diingatkan agar petani waspada karena gejala ulat sudah ada di tempat lain.
Menurut Kabid hama belalang ini, dia akan muncul pada saat musim kemarau selesai, kemudian sudah masuk musim penghujan, kemudian panas lagi.
Tapi awalnya dalam jumlah sedikit, kemudian berkembang biak jadi banyak kalau ada tersedia makanannya. Jadi hama ini memungkinkan saja tiap tahun selalu ada tapi jumlah tidak banyak sehingga tidak merugikan.
“Namun sekarang jumlahnya sangat banyak jadi dapat menyerang tanaman secara cepat dan dapat merugikan petani,” urai Syarifuddin.
Hama belalang kembara ini menyimpan telurnya di dalam tanah sehingga sangat senang berkembang biak pada lokasi tanaman tanpa olah tanam (TOT).
Tapi pada lokasi penanaman menggunakan pengolahan tanah hama ini sangat kecil kemungkinan bisa berkembang karena telurnya yang tersimpan di tanah tidak bertahan lama.
Dilansir dari laman Brin,
Peneliti Ahli Bidang Entomologi Pusat Riset Zoologi Terapan BRIN Ikhsan Guswenrivo mengatakan belalang kembara merupakan satu-satunya spesies yang mengalami transformasi dari 51 anggota Acrididae.
“Belalang kembara juga menyerang hampir seluruh tanaman hortikultura. Belalang ini terkenal rakus dan menyebabkan kerusakan ekonomi yang sangat besar,” tulisnya.
Dirinya menjelaskan belalang kembara memiliki tiga fase populasi, yaitu fase soliter (populasi belalang yang rendah dan mempunyai perilaku individual), fase transisi (populasi belalang yang cukup tinggi dan mulai membentuk kelompok-kelompok kecil) dan fase gregarius (populasi belalang yang telah bergabung dan membentuk gerombolan besar yang sangat merusak).
“Belalang kembara memakan daun-daun tanaman, mengurangi luas permukaan daun dan mengganggu fungsi fisiologis tanaman yang berpengaruh terhadap produktivitas tanaman,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ikhsan menyampaikan manajemen pengendalian atau early warning system, dimana sistem pengendalian yang dilakukan sedari dini, tepat dan terkontrol.
Seperti dengan penggunaan pestisida dan formulasi yang berbahaya bagi lingkungan harus dikurangi, pemetaan informasi geografis dan pemetaan lingkungan populasi belalang akan membantu mengatur, mengarahkan survei dan tindakan pengendalian, serta field monitoring yaitu dengan survey lapangan secara teratur dan berkala untuk memantau tahap perkembangan belalang dan fasa.
“Perlu dilakukan juga analisa struktur genetika populasi belalang sebagai dasar informasi sebaran dan mengetahui sebab terjadinya outbreak berasal dari populasi lokal atau migrasi dari luar daerah/region. Kajian entomologi eksperimental yang meliputi kajian perilaku dan fisiologi, serta pengujian tingkat kerentanan terhadap berbagai jenis insektisida,” lanjutnya.
Ikhsan menyampaikan terdapat dua tahapan utama kajian “outbreak” belalang kembara yaitu tahap pertama pengumpulan data dasar dan penyusunan strategi pengendalian, data dasar meliputi informasi dinamika populasi sebaran, informasi iklim, serta survei dan wawancara dengan dinas terkait dan petani terdampak.
“Strategi pengendalian difokuskan pada usaha menurunkan populasi secara cepat menggunakan berbagai pendekatan, seperti pengendalian kimiawi (aplikasi pestisida yang tepat), biologi (predator alami) dan sosial-ekonomi (belalang olahan sebaga isumber protein alternatif),” ujarnya.
Tahap kedua, pengumpulan data tingkat lanjut dan penyusunan strategi mitigasi untuk mencegah berulangnya outbreak.
“Data struktur genetika populasi, hasil kajian perilaku dan fisiologi belalang kembara sangat penting untuk perumusan strategi mitigasi dan metode pengendalian berkelanjutan yang efektif,” tandasnya.