SULUT, SULAWESION.COM – Mengusung tema “Menjaga Hutan Sulut dari Dampak Deforestasi”, bakal menguak beberapa persoalan lingkungan yang menjadi perhatian serius pada nonton bareng sekaligus diseminasi dan diskusi publik yang akan digelar di JG Center Jl Ir Sukarno Kabupaten Minahasa Utara, Senin 3 Juni 2024 pukul 13.00-16.00 Wita.
Nonton bareng tersebut bakal menayangkan film dokumenter berjudul “Penjagal Hutan Kalimantan”, yang merupakan hasil liputan investigasi kolaborasi enam media melalui The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) bersama Depati Project di Hutan Borneo, Kalimantan.
Sementara diseminasi dan diskusi publik menghadirkan sejumlah narasumber diantaranya Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jemmy Ringkuangan, Bupati Minahasa Joune Ganda, Akademisi dan Pakar Geospasial Drs Agus S Budiarto MSc, Koordinator Edukasi Program Selamatkan Yaki Purnama Nainggolan dan Jurnalis Kolaborator Themmy Doaly (ekuatorial.com) serta dimoderatori Koordinator SIEJ Simpul Sulawesi Utara Finda Muhtar.
Persoalan deforestasi masih terus terjadi, salah satu yang cukup memprihatinkan terjadi di hutan Kalimantan Barat. Salah satu Perusahaan yang diduga kuat terafiliasi dengan Royal Golden Eagle (RGE) Group yaitu PT Mayawana Persada telah melakukan deforestasi untuk konversi ke kebun kayu seluas sekitar 20 ribu hektar.
Perusahaan bernama PT Mayawana Persada, salah satu perusahaan pemegang konsensi HTI yang paling masif menggerus hutan. Liputan kolaborasi Depati Project yang melibatkan sejumlah jurnalis dari beberapa media massa, mengungkap fakta, siapa di balik perusahaan ini.
Praktik deforestasi tersebut tercatat terjadi selama kurun waktu 2015-2022. Yang lebih memprihatinkan, PT Mayawana Persada melakukan penggundulan hutan di Bukit Sabar Subu, bukit sakral bagi masyarakat adat Dayak Kualan Hilir—Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Koordinator SIEJ Simpul Sulawesi Utara Finda Muhtar mengatakan diseminasi dan diskusi publik yang digelar merupakan upaya bersama dalam menjaga hutan dari proyeksi kerusakan lingkungan.
Apa yang terjadi di Borneo Kalimantan, jelas Finda, menjadi tolak ukur seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah dan pihak swasta di Sulawesi Utara.
“Pokoknya hutan Sulut harus dijaga dari deforestasi yang merugikan banyak orang, jangan sampai kejadian di Borneo terjadi di Sulut,” jelas Pemimpin Redaksi Viva.com ini.
Diketahui deforestasi adalah masalah utama penyumbang persoalan iklim. Pasalnya, hutan adalah kunci dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Hutan memiliki peran sentral dalam penyerapan dan penyimpanan karbon.
Untuk menekan praktik deforestasi, banyak negara melakukan kebijakan yang lebih konkrit dan mengeluarkan peraturan untuk mendukung rendah karbon. Misalnya negara Uni Eropa, yang baru-baru ini mengeluarkan Undang-undang (UU) Antideforestasi. Beleid tersebut berlaku pada tahun 2025 nanti.
Di Indonesia, pemerintah belum menunjukkan keseriusan untuk menangani deforestasi. Sebaliknya kondisi luasan hutan di Indonesia selama dua dekade terakhir tidak kunjung membaik. Ini lantaran laju deforestasi terus berlanjut meski klaim pemerintah selalu menyebutkan trennya menurun.
Jutaan hektar hutan alam di Kalimantan Barat musnah dijagal atas nama investasi. Hutan dengan keanekaragaman hayati, berganti tanaman monokultur (sejenis) yakni sawit dan akasia. Kerusakan ini memicu berbagai persoalan yang tak akan pernah sebanding dengan nilai investasi kaum pebisnis yang difasilitasi negara itu.
Orang utan, satwa endemik terancam dan satwa liar lainnya, kehilangan ekosistem dan menambah tingkat kepunahannya. Deforestasi ini juga menyebabkan konflik dengan kelompok masyarakat adat yang selama ini hidup bergantung dari hutan. Baik ekonomi maupun kebudayaan mereka.