MAROS,SULAWESION.COM— Pengurus pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU), Muhammad Hilmi Ashiddiqi Al Aroky bersilaturhami bersama Bupati Maros, Chaidir Syam di Rujab Bupati Maros, Jalan Ahmad Yani, Turikale Kamis, (11/8/2022).
Dalam pertemuan tersebut, Chaidir Syam mengungkapkan rasa bahagia dan terima kasih atas kunjungan silaturahim Pak Kiyai Hilmi di Kabupaten Maros.
“Terima kasih sudah berkunjung, kita di Kabupaten Maros juga telah canangkan sebagai Kota Santri sebab Kabupaten Maros memiliki puluhan pondok pesantren yang telah berdiri dan eksis dari dulu hingga saat ini,” katanya.
Chaidir Syam juga mengungkapkan, peran pondok pesantren di Maros sangat membantu dalam membangun dan meningkatkan sumber daya manusia (SDM).
“Sebagai Kabupaten Maros yang ber akhlakul karimah kita berupaya dan Pemkab Maros terus serius memperhatikan eksistensi atau kelangsungan aktivitas pendidikan di seluruh pondok pesantren,” ungkapnya.
Sementara itu, Kiyai Hilmi dalam kesempatan yang sama mengapresiasi perhatian dan dukungan nyata Bupati Maros dalam upayanya memajukan pendidikan di Kabupaten Maros melalui pondok pesantren.
“Kedepan perlu diinisiasi lahirnya peraturan daerah (Perda) tentang pesantren di kabupaten Maros ini, dan RMI PBNU siap berkolaborasi untuk mewujudkan lahirnya perda pesantren tersebut, harapnya.
Kiyai Hilmu juga mengatakan, dengan adanya perda pesantren, akan jadi payung hukum bagi Pemkab Maros untuk membantu alokasi anggaran bagi pondok pesantren melalui APBD Maros.
“UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren menjadi sejarah baru bentuk rekognisi (pengakuan) Negara terhadap pesantren yang eksistensinya sudah ada berabad-abad silam, jauh sebelum Tanah Air ini merdeka, tandas Pimpinan Zawiyah Allah Hikam Depok, Jawa Barat,” jelasnya.
Dia juga menambahkan, tidak hanya rekognisi, UU tentang Pesantren juga bagian dari afirmasi dan fasilitasi kepada dunia pondok pesantren.
“Fungsi pesantren adalah menyelenggarakan fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat dan tentu membutuhkan alokasi anggaran yang tidak sedikit, karena itu diperlukan regulasi di daerah dalam bentuk peraturan daerah pesantren,” bebernya.
Indra Sadli