Masyarakat Pesisir-Kepulauan di Manado Serukan Pemerintah Adil Lindungi Nelayan dan Alam: Reklamasi Bukan Solusi!

Festival yang bertajuk Masyarakat Pesisir dan Kepulauan. Perlawanan atas upaya reklamasi melalui ijin Kementerian Kelautan dan Perikanan RI yang keluar pada 17 Juni 2022, menilik perusahaan PT Manado Utara Perkasa (MUP) untuk menimbun 90 hektare wilayah pesisir tepatnya di Manado Utara Provinsi Sulawesi Utara, Selasa 13 Juni 2024. (Foto: nelayan pesisir)

MANADO, SULAWESION.COM – “Reklamasi Bukan Solusi”, jargon yang saat ini tersemat di basis perjuangan masyarakat pesisir dan kepulauan di Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara.

Upaya reklamasi melalui ijin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan RI yang keluar pada 17 Juni 2022, menilik perusahaan PT Manado Utara Perkasa (MUP) untuk menimbun 90 hektare wilayah pesisir tepatnya di Manado Utara.

Bacaan Lainnya

Ragam penolakan pun dilakukan. Masyarakat kawasan pesisir dan kepulauan sepakat mengadakan lomba memancing di Pantai Karangria Kecamatan Tuminting Kota Manado, Sabtu (13/7/2024).

Lomba itu merupakan rangkaian kegiatan dari festival yang bertajuk Masyarakat Pesisir dan Kepulauan yang diikuti seluruh nelayan tradisional dari kawasan Manado Utara.

Lomba memancing yang diikuti secara antusias oleh banyak nelayan tradisional membuktikan bahwa ekosistem laut di wilayah Manado Utara masih eksis dan bertahan hingga kini.

Salah satu penasihat nelayan Daseng Karangria sekaligus panitia lomba memancing Vecky menunjukkan beberapa hasil tangkapan berupa ikan snop/barracuda yang banyak ditemui tidak jauh dari bibir pantai, hingga ikan-ikan yang hidup di batu karang.

“Jadi torang mo pangge samua yang bilang kalo perairan Manado Utara so nyanda ada ikang dan karang, marijo mangael sama-sama deng torang di sini (kami mau memanggil semua yang mengatakan perairan Manado Utara tidak ada ikan dan karang, ayo memancing bersama kami di sini),” ujarnya menggunakan dialek setempat.

Tim Scientific Exploration yang diinisiasi oleh Asosiasi Nelayan Tradisional (ANTRA), Perkumpulan Kelola, KIARA, akademisi dan komunitas penyelam bahkan berhasil mengidentifikasi ragam biota laut.

Mulai dari yang umum dikonsumsi masyarakat berupa ikan tude, ikan karang/batu goropa, tindarung (ikan layar), ikan pari (nyoa), bobara (ikan kuwe) dan beragam ikan yang hidup di zona neritik, hingga spesies langka dilindungi oleh undang undang seperti penyu dan ikan hiu (gorango).

Namun kini, kawasan pesisir Manado Utara menjadi target dari proyek reklamasi sebesar 90 hektare yang dilakukan oleh PT MUP.

Total luas kawasan reklamasi yang dinamai Boulevard II (dua) ini diperkirakan tiga kali lipat lebih besar dari kawasan Boulevard Megamas. Areal reklamasi meliputi enam kelurahan di Kecamatan Tuminting untuk pembangunan pusat bisnis dan pariwisata.

Akan tetapi proyek ambisius pemerintah ini diragukan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir yang notabene hanya hidup dari hasil laut.

“So ada riset yang menunjukkan bahwa dampak ekonomi dari proyek reklamasi di Kota Manado selama ini nyanda sebanding dengan kerusakan lingkungan dan penurunan tingkat kesejahteraan nelayan tradisional,” tegas Vecky yang puluhan tahun bersahabat dengan ganasnya gelombang laut.

“Jadi menurut torang reklamasi ini tidak sejalan dengan cita-cita Wali Kota Andrei Angow menjadikan Manado maju dan sejahtera voor samua,” sambungnya.

Di saat bersamaan, warga yang telah turun temurun bermukim di enam kelurahan area rencana reklamasi meminta sekaligus mengajak Pemerintah Kota Manado menaati amanat Undang Undang Nomor 7 Tahun 2016 yang mengakui dan melindungi wilayah tangkap tradisional.

“Kalo ini laut dorang mo timbun, torang pe tampa mancari justru so mo ilang karna so jadi daratan. Biar mo bilang kase tambatan perahu, beda skali dengan pante sekarang. Di pinggir-pinggir pante bagini ngoni kira nda ada ikang? Dari kita pe opa dulu sampe sekarang, hasil laut so cukup voor kebutuhan torang di rumah hari-hari (Jika laut ditimbun, tempat mata pencaharian kami hilang karena akan jadi daratan. Walau akan diberikan tambatan perahu, jauh berbeda dengan pantai sekarang. Di pinggiran pantai ini kalian kira tidak ada ikan? Sejak di era kakek saya sampai sekarang, hasil laut mencukupi kebutuhan sehari-hari kami di rumah),” ucap Johanes salah satu nelayan tradisional di wilayah Manado Utara.

(***)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *