Rembuk Adat Besar Bintauna-Sangkub, Tolak Tambang Ilegal dan Lahirkan Perjanjian Menjaga Alam

Rembuk Adat Bintauna-Sangkub yang digelar oleh Gerakan Inomasa Menggugat (GIM) melahirkan sejumlah perjanjian dan tuntutan, Minggu 21 Juli 2024. (Foto: GIM)

BOLMUT, SULAWESION.COM – Rembuk adat besar Bintauna-Sangkub yang digelar oleh Gerakan Inomasa Menggugat (GIM) di lapangan Inomasa Bintauna melahirkan sejumlah perjanjian dan tuntutan terkait persoalan menjaga alam dan menolak tambang ilegal, Minggu (21/7/2024).

Diketahui adat Bintauna merupakan adat yang diterapkan di dua kecamatan Bintauna dan Sangkub. Hal itu berkaitan dengan sejarah panjang kerajaan Bintauna yang dimulai sejak abad ke-16 Masehi.

Bacaan Lainnya

Sebagai bentuk kesatuan yang bernama Bintauna, hal tersebut dimulai di pusat Bintauna Huntuk Vallura (Buludawa), kemudian ke Negeri Pangkusa, sampai Pimpi atau Bintauna yang kita kenal sekarang.

Dalam sejarah panjang tersebut adat adalah pondasi penting dalam kehidupan di Bintauna-Sangkub. Bintauna dan Sangkub sendiri oleh karena itu adalah satu negeri adat yang berdiri dengan administrasi berbeda (dua kecamatan) di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dewasa ini.

Adat Bintauna bukan saja tentang ritus-ritus yang dipraktikan, namun itu adalah sebuah nilai yang menjadi dasar pegangan hidup atau ajaran luhur di Bintauna-Sangkub.

Nilai-nilai itu misalnya tercermin dalam tivato yang menempatkan alam sebagai subjek. Dimana unsur kollungo (alam/bumi), olluto (api), sauko (air), dan hivuto (angin) sebagai bagian penting dalam kosmologi Bintauna.

Hal ini mengartikan adat merupakan cerminan kosmologi Bintauna yang berkaitan dengan dua hubungan yang saling menjaga antara alam dan manusia sebagai anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Alam memberikan kehidupan bagi manusia dan manusia mengambil makna dari alam dengan cara arif kemudian menjadi nilai dan ritus yang bernama Adat Bintauna.

Oleh karena itu menegakan adat berarti menjaga martabat kemanusiaan dan alam atau lingkungan yang kita tinggali.

Berdasar hal tersebut, atas nama Adat Bintauna dari dua administrasi kecamatan Bintauna-Sangkub berjanji:

1. Menjaga Adat Bintauna sebagai ritus praktik dan nilai luhur
2. Menjaga martabat kemanusiaan dan lingkungan adalah bentuk dari menegakan Adat Bintauna dan sebuah kewajiban yang tidak bisa ditawar oleh apapun
3. Segala bentuk perilaku manusia yang merusak alam dalam hal ini hutan di Bintauna-Sangkub berarti melanggar Adat Bintauna dan pelanggaran adat tersebut merupakan bentuk pengingkaran terhadap harkat martabat kemanusiaan dan lingkungan secara umum
4. Adapun pengelolaan alam Bintauna-Sangkub wajib berdasar pada prinsip kemaslahatan bersama, pelestarian lingkungan, keadilan dan penjagaan terhadap martabat kemanusiaan

“Perjanjian ini dibuat dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Kami masyarakat Adat Bintauna dari dua administrasi kecamatan Bintauna-Sangkub bersepakat atas perjanjian ini sebagai bukti komitmen untuk menjaga dan melestarikan adat serta lingkungan warisan leluhur,” bunyi perjanjian tersebut.

Selanjutnya, berharap langkah ini akan menjadi dasar yang kuat untuk mempertahankan nilai-nilai luhur dan keberlanjutan alam bagi generasi mendatang, serta sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Selain perjanjian, dalam rembuk adat ini melahirkan tuntutan bersama persoalan perusakan lingkungan di hutan Bintauna terkait dampak pertambangan ilegal yang bisa berdampak negatif bagi masyarakat di dua kecamatan (Bintauna-Sangkub).

Berikut kesepakatan yang dihasilkan dalam rembuk adat:

1. Pemerintah Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dan Polres Bolaang Mongondow Utara untuk menutup sementara sebelum ada kejelasan hukum, tentang tambang illegal yang ada di Huntuk (Bintauna)
2. Menolak Tambang Ilegal: a) Memberhentikan seluruh kegiatan penambangan emas ilegal di Kec. Bintauna; b) Mengingat huruf (a) meminta kepada APH untuk menyita alat berat yang digunakan dalam aktivitas tambang emas ilegal tersebut; c) menindak semua pelaku penambangan emas ilegal tersebut sesuai dengan ketentua perundang-undangan yang berlaku
3. Meminta kepada semua pihak terkait untuk bertanggung jawab atas segala kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas penambangan emas ilegal
4. Hiring bersama pemerintah daerah dan Polres Bolaang Mongondow Utara
5. Mengenai poin 4, pemerintah daerah dan Polres Bolmut diberikan waktu sekurang-kurangnya 3×24 jam untuk menyelesaikan masalah ini setelah hiring dilakukan. Apabila poin ini tidak diindahkan maka akan ada pengerahan masa secara besar-besaran.

Kegiatan ini  dihadiri oleh Penjabat (Pj) Sekda Bolmut Abdul Nazarudin Maloho, sangadi di Kecamatan Bintauna dan Sangkub, tokoh masyarakat, lembaga adat dan sejumlah masyarakat Bintauna-Sangkub, pihak kepolisian serta Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *