Urgensi Perda Perlindungan Perempuan dan Anak di Bolmut

Situasi rapat paripurna di DPRD Bolmut. (Foto: Fandri Mamonto)

BOLMUT, SULAWESION.COM – Kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) akhir-akhir menjadi perhatian publik.

Pada bulan ini saja setidaknya ada tiga kasus yang menjadi sorotan publik. Kasus penganiayaan terhadap anak 17 tahun di Kecamatan Sangkub yang diduga ada keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan anggota polisi.

Bacaan Lainnya

Selanjutnya kasus kekerasan terhadap perempuan di Kecamatan Bintauna. Dan terbaru adanya dugaan kasus kekerasan perempuan yang dilakukan oleh pejabat publik di Kecamatan Kaidipang.

Di sisi lain, pemerintah kabupaten bersama DPRD Bolmut sejak beberapa tahun terakhir terus menggenjot lahirnya peraturan daerah tentang perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan yang saat ini masih rancangan peraturan daerah (ranperda).

Kepala bagian (Kabag) Hukum Pemkab Bolmut Ivan Gahtan mengatakan saat ini untuk sementara dipending kaitan dengan ranperda tersebut.

“Karena untuk pengaturan yang menjadi dasar sudah secara spesifik mengatur terkait perlindungan perempuan dan anak,” katanya.

Sebelumnya, Minggu (14/7/2024), Penjabat (Pj) Bupati Bolmut Sirajudin Lasena telah memimpin rapat penanganan kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di wilayahnya.

Hasilnya, pemerintah daerah Kabupaten Bolmut akan mengambil langkah-langkah cepat serta menyeriusi terkait dengan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Bolmut.

Dimana beberapa langkah strategi yang dilaksanakan oleh daerah yakni pemerintah daerah akan mendorong penguatan Unit Pelaksana Teknis Daerah terkait Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).

Untuk menyediakan layanan terpadu melalui mekanisme “one stop services” sesuai dengan undang undang yang berlaku.

Kolaborasi dengan stakeholder terkait dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak terutama sosialisasi di tingkat kecamatan oleh instansi dan stakeholder terkait baik di ranah digital dan tatap muka dalam bentuk rapat koordinasi.

Hal ini membutuhkan kolaborasi antara pemerintah desa, kecamatan dan pemerintah daerah, sektor swasta, masyarakat sipil dan organisasi lainnya secara intens untuk memerangi berbagai bentuk kejahatan kekerasan perempuan dan anak.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *