La Nina Jadi Topik Debat Geraldi Vs Hengky, Siapa yang Unggul?

Debat Pilkada Bitung 2024. (Dokumentasi | Istimewa)

BITUNG, SULAWESION.COM – La Nina atau fenomena suhu permukaan laut (SPL) jadi topik perdebatan dalam debat kedua pasangan calon (Paslon) Walikota dan Wakil Walikota Bitung, Selasa (22/10/2024) kemarin.

Perdebatan terjadi di sesi keempat saat Geraldi Mantiri dan Hengky Honandar diberikan kesempatan moderator untuk mengajukan pertanyaan.

Bacaan Lainnya

Dari pantauan media ini, pertanyaan soal La Nina itu diajukan Geraldi Mantiri berserta penjelasan yang singkat.

Menurut Geraldi, La Nina adalah fenomena alam dalam sistem iklim dunia yang terjadi saat ini.

Baca juga: Debat Kedua Pilkada Bitung Tak Kondusif

Dimana, kata Geraldi, suhu permukaan laut (SPL) mengalami penurunan. Dan apabila itu terjadi, akan sangat berdampak pada sektor perikanan.

Saya ingin bertanya kepada paslon 02 yang notabene adalah pengusaha perikanan. Bagaimana tanggapan selaku pelaku usaha perikanan Kota Bitung, terkait fenomena La Nina di Kota Bitung, yang berdampak bagi nelayan kecil dan industri perikanan?,” beber Geraldi Mantiri.

Pertanyaan dari Geraldi langsung dijawab oleh Hengky Honandar. Menurutnya, pada dasarnya, Indonesia mempunyai regulasi. Yaitu, zona penangkapan, wilayah penangkapan dan kuota penangkapan (penangkapan terukur).

Jadi untuk persoalan La Nina adalah, di mana pada dasarnya setiap wilayah penangkapan tidak merata untuk penangkapannya. Jadi dengan demikian, dengan adanya wilayah penangkapan, maka wilayah-wilayah lain yang mendapat paceklik, kami akan beralih ke wilayah penangkapan yang mempunyai sumber daya yang masih cukup untuk penangkapan tersebut,” jawab Hengky.

Menanggapi pernyataan Hengky, Geraldi menjelaskan, fenomena La Nina adalah fenomena perubahan suhu di atas permukaan air, dan ini yang terjadi ketika upwelling.

Bicara upwelling ini, pada dasarnya berhubungan dengan makanan dasar spesies ikan. Kalau terjadi La Nina, lanjut Geraldi, maka kandungan klorofil-a yang merupakan makanan untuk ikan laut, sehingga sangat menguntungkan untuk nelayan kecil karena ikan itu naik ke permukaan.

Nah, langkah dari pemerintah adalah membuat sistem pemberitahuan dini, agar supaya nelayan kecil ini bisa dioptimalkan, dan mereka mendapatkan dukungan untuk supaya mengetahui La Nina itu sedang terjadi. Yang berikutnya subsidi kepada nelayan. Dan yang selanjutnya adalah, bagaimana ketika perubahan iklim terjadi, maka teknologi terbarukan ini bisa terpenuhi. Dan juga terkait dengan bagaimana penyuluhan dan sosialisasi kepada kalangan nelayan, untuk supaya merasakan dampak dari La Nina ini,” sebutnya.

Menanggapi balik peryataan Geraldi, Hengky membeberkan pada saat La Nina itu plankton-plankton akan timbul. Dengan demikian, ucapnya, ikan-ikan pelagis akan datang mendekat.

Tapi pada dasarnya kehidupan produksi setiap perusahaan tidak sama. Ada UPI (Unit Pengolahan Ikan,red) yang mampu memproduksi ikan pelagis yang kecil, dan ada UPI yang memproduksi ikan skipjack atau cakalang, dengan tuna. Sehingga pada dasarnya penangkapan yang kami lakukan, dari penangkapan ikan kecil, pada dasarnya zona 12 mil ke darat. Dan pada zona ini sudah dikuasai kewenangan berada pada pemerintah provinsi. Sehingga kami perlu berkoordinasi ke pemerintah provinsi untuk mendapat akses untuk hal tersebut,” tukasnya.

Soal perdebatan LA Nina dari kedua paslon, sejumlah media melakukan penulusuran cek fakta.

Upaya itu dimaksud untuk memperoleh penjelasan yang lebih komprehensif terkait materi yang diperdebatkan.

Ahli Oseanografi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Alan Koropitan menjelaskan, bahwa La Nina ini adalah fenomena pergeseran kolam air hangat dari wilayah perairan Pasifik Barat dan perairan sebelah utara Papua, menuju ke perairan bagian timur Indonesia. Fenomena ini ditandai dengan penguapan yang tinggi di laut sehingga menyebabkan curah hujan juga tinggi.

Dampak La Nina terhadap dunia perikanan lanjut Alan, tidak sama antara satu wilayah dengan wilayah yang lainnya. Ia mencontohkan kondisi yang terjadi di perairan sebelah selatan Pulau Jawa dan Laut Banda, dengan perairan yang berdekatan dengan Pulau Sulawesi, semisal Teluk Tomini, Laut Maluku dan Laut Sulawesi.

“Kalau di daerah selatan Jawa, atau misalnya di Laut Banda, saat La Nina itu upwelling-nya lemah sehingga produktifitas ikan juga ikut rendah. Tapi sebaliknya, di perairan Indonesia bagian timur, ikan-ikan pelagis besar itu, seperti Tuna, Cakalang dan Madidihang, itu melimpah. Sebab itu tadi, karena ada pergeseran kolam air hangat sehingga ikan ikut bermigrasi menuju ke perairan bagian timur, seperti Teluk Tomini, Laut Maluku dan Laut Sulawesi,” terangnya.

Dengan demikian kata Alan, saat fenomena La Nina terjadi di wilayah perairan Bitung dan sekitarnya, maka benar bahwa industri perikanan termasuk nelayan kecil justru diuntungkan. Pasalnya, dalam situasi tersebut ketersediaan ikan pelagis besar akan melimpah dan lebih mudah ditangkap.

“Terlebih khusus untuk nelayan-nelayan yang menggunakan (cara penangkapan ikan) handline, jadi lebih mudah untuk menangkap ikan. Sebab selain stok melimpah, mereka juga tidak perlu jauh-jauh ke perairan yang lebih dalam untuk menangkap ikan. Karena ikan-ikannya sudah bermigrasi ke perairan yang lebih dekat dengan pantai,” pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *