MK Putuskan Kabupaten Kepulauan Talaud Lakukan Pemungutan Suara Ulang di Kecamatan Essang

Kantor Mahkamah Konstitusi (MK). (Foto: Ist)

JAKARTA, SULAWESION.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau PHPU Kepala Daerah Pilkada 2024 Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) dilakukan Pemungutan Suara Ulang atau PSU.

Keputusan itu dibacakan langsung Ketua MK, Suhartoyo melalui agenda Sidang Pleno Pembacaan Putusan Perkara Nomor 51 Tahun 2025 PHP Bupati Talaud di Gedung I MK, Senin (24/2/2025).

Bacaan Lainnya

“Memerintahkan KPU Kabupaten Talaud untuk melaksanakan PSU Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2024 di Kabupaten Talaud untuk satu kecamatan di Kecamatan Essang,” ucap Suhartoyo pada Persidangan Perkara Nomor 51/PHPU.BUP-XXIII/2025 itu.

Suhartoyo mengatakan PSU tersebut dilaksanakan mengacu Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), dan Daftar Pemilih Khusus (DPK) persis agenda pemilihan pada 27 November 2024 lalu, mengacu peraturan perundang-undangan.

Agenda sidang sesi kedua itu dimulai pukul 16.00 WIB, yang dihadiri Pemohon Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Talaud Nomor Urut 2, Irwan Hasan dan Haroni Mamentiwalo.

Kemudian Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Talaud Nomor Urut 3, Welly Titah dan Anisya Gretsya Bambungan, serta Termohon para komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kepulauan Talaud.

Dilansir dari laman website mkri.id, terkait dugaan pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif atau TSM yaitu dugaan keterlibatan ASN di Kabupaten Kepulauan Talaud menjadi pembahasan bagian dari dalil permohonan.

Keterlibatan ASN itu disebut pemohon dalam permohonannya merupakan pelanggaran bersifat TSM.

Ahli yang dihadirkan Pemohon di persidangan, Radian Syam mengungkapkan bahwa netralitas ASN merupakan pelanggaran krusial dalam proses pemilihan yang termuat di dalam peraturan perundang-undangan.

Menurut Radian, penyelenggara (KPU) dan pengawas (Bawaslu) mempunyai kewajiban hukum untuk memastikan hal tersebut tidak terjadi.

“Namun, jika kemudian dibiarkan adanya mobilisasi ASN bahkan sampai ada tindakan penyelenggara sampai pada tingkatan kabupaten, sudah terkondisikan untuk memenangkan salah satu pasangan calon, dapat dikategorikan sebagai pelanggaran TSM,” katanya.

Pelanggaran TSM sendiri menurut Topo Santoso, ahli dari Pemohon, merupakan bagian dari tindak pidana Pemilu yang bisa membatalkan pencalonan. Dalam hal ini, Topo mengutip Pasal 73 ayat 2 Undang-Undang Pilkada yang berbunyi, “Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pembatalan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota”.

Kemudian Topo juga menyatakan bahwa penerapan Pasal 73 ayat (2) tersebut harus dikaitkan dengan pasal lain, mengenai TSM di Undang Undang yang sama.

“Pasal 73 Undang-Undang Pemilihan ini harus dikaitkan dengan pasal lain dari Undang Undang Pemilihan, yaitu 135 a yang berkaitan dengan penjelasan mengenai pelanggaran TSM,” ujarnya.

Sementara ahli dari Termohon, Ida Budiati menjelaskan bahwa pelanggaran TSM tidak dapat membatalkan hasil pemilihan, selama tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap perolehan suara.

Pandangan itu dikutip Ida dari Putusan MK Nomor 190/PHPU.D-VIII/2010 yang di antaranya terdapat pernyataan bahwa tidak mungkin ada Pemilukada yang bersih 100 persen karena kerap terjadi pelanggaran.

Pelanggaran TSM pun menurut Ida harus dibuktikan pengaruhnya terhadap kebebasan memilih.

“Sehingga menyebabkan penyelenggaraan Pemilu tidak memenuhi asas langsung, umum, bebas, jujur, rahasia dan adil yang pada umumnya berdampak dan berpengaruh secara signifikan terhadap perolehan suara kontestan pemilu,” ujar Ida.

Pengaruh pelanggaran TSM terhadap perolehan suara juga disampaikan oleh Maruarar Siahaan sebagai ahli yang dihadirkan Pihak Terkait di persidangan.

Maruarar berpendapat bahwa seluruh unsur pelanggaran TSM mesti dipenuhi secara kumulatif agar dapat dijatuhi sanksi. Jika tidak terpenuhi, maka perlu untuk melihat dampaknya terhadap perolehan suara.

“Apakah mempengaruhi keterpilihannya atau tidak,” kata Maruarar.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *