Serdadu Anti Mafia Tanah Terima Aduan Warga Terkait Dugaan Mafia Tanah di Desa Minaesa dan Budo

Tugu Desa Minaesa, Talawaan Bajo, Kabupaten Minahasa Utara. (Foto: Ist)

MINUT, SULAWESION.COM – Serdadu Anti Mafia Tanah (SAMT) menerima aduan dari warga Desa Minaesa dan Budo, Kabupaten Minahasa Utara (Minut), yang menghadapi dugaan permasalahan hukum terkait tanah yang mereka tempati kurang lebih selama 35 tahun.

Sebanyak 80 warga mengaku telah menguasai dan menempati tanah secara turun-temurun selama lebih dari 30 tahun berdasarkan alas hak baik register desa maupun Akta Jual Beli (AJB).

Bacaan Lainnya

Namun, mereka dikejutkan dengan munculnya puluhan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang diterbitkan atas nama sebuah perusahaan di atas tanah warga, yang baru mereka ketahui di bulan Maret 2025.

Menurut informasi yang diterima SAMT, beberapa warga sebelumnya pernah menerima panjar dari perorangan bukan perusahaan di tahun 1992, tetapi transaksi tersebut tidak pernah diselesaikan secara lunas.

Kini, perusahaan pemegang SHGB mengklaim bahwa rumah-rumah warga berdiri di atas tanah mereka dan menawarkan uang sagu hati agar warga meninggalkan tanah tersebut.

Warga dengan tegas menolak, karena merasa memiliki hak yang sah atas tanah yang telah mereka tempati selama puluhan tahun tersebut.

Berdasarkan informasi dari warga yang tidak ingin disebut namanya, terdapat dugaan kuat bahwa AJB yang digunakan sebagai dasar penerbitan SHGB dibuat dengan cara yang tidak sah.

Warga mengungkapkan, bahwa orang tua mereka pernah menerima panjar tanah pada tahun 1990-an, tetapi tidak pernah menyelesaikan transaksi jual beli.

Namun belakangan diketahui, ada AJB yang ditandatangani oleh orang tua mereka, padahal orang tuanya tidak bisa membaca dan menulis. Kasus lainnya, diduga terdapat pemalsuan identitas dalam AJB, yang mengindikasikan bahwa dokumen tersebut tidak dibuat secara sah dan berpotensi merupakan hasil rekayasa.

Ketua SAMT, Reyner Timothy Danielt SH menegaskan, bahwa temuan ini semakin menguatkan indikasi bahwa ada praktik mafia tanah yang terstruktur dalam kasus ini.

“Kami menduga ada penyalahgunaan dokumen dalam proses penerbitan SHGB ini. Jika benar ada AJB yang ditandatangani oleh orang yang tidak bisa membaca dan menulis, maka patut dicurigai apakah prosesnya dilakukan secara sah atau ada unsur penipuan atau pemalsuan. Kami juga menerima indikasi pemalsuan identitas, yang berarti ada pelanggaran hukum serius yang harus diusut,” tegas Reyner.

“Kami melihat ada kejanggalan besar dalam proses penerbitan puluhan SHGB ini. tidak pernah ada aktifitas perusahaan di desa selamat 30 tahun lebih, dan tidak pernah terjadi proses pelepasan hak yang sah, dan tiba-tiba tanah mereka diklaim oleh pihak lain. Ini adalah pola yang sering kami temui dalam kasus mafia tanah, di mana sertifikat tiba-tiba muncul tanpa dasar yang jelas,” tambahnya.

Ketua SAMT, yang juga seorang advokat, menegaskan bahwa AJB yang cacat hukum tidak dapat dijadikan dasar penerbitan sertifikat. Jika terbukti ada pemalsuan atau penyalahgunaan administrasi, SHGB tersebut dapat dibatalkan dan pihak-pihak yang terlibat dapat diproses secara hukum.

SAMT telah menerima aduan dari warga dan saat ini sedang mempelajari lebih lanjut kasus ini. Jika dalam prosesnya ditemukan dugaan tindak pidana, maka mereka akan merekomendasikan warga untuk membuat laporan resmi ke kepolisian, sekaligus mengajukan upaya hukum gugatan di pengadilan.

(***)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *