JAKARTA, SULAWESION.COM – Penurunan motivasi belajar siswa punya korelasi dengan fenomena brain rot atau konsumsi konten digital berlebihan.
Psikolog Institut Pertanian Bogor (IPB University) Nur Islamiah M. Psi PhD menjelaskan, konten digital yang serba instan saat ini semakin mengkhawatirkan.
Kekhawatiran itu, katanya, kepada siswa yang cenderung kehilangan minat dalam tugas akademik yang membutuhkan usaha lebih, seperti membaca materi panjang atau memecahkan soal yang kompleks.
“Mereka lebih memilih aktivitas yang memberikan kepuasan instan dibandingkan proses belajar yang memerlukan ketekunan. Akibatnya, penurunan motivasi intrinsik untuk belajar, karena mereka merasa lebih sulit dalam mengikuti proses pembelajaran yang lebih yang berdurasi lama dan mendalam,” katanya.
Di samping itu, Mia mengatakan, kelelahan mental akibat overstimulasi digital membuat siswa kurang termotivasi untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.
“Ketika otak terus-menerus menerima rangsangan dari media sosial atau konten hiburan, aktivitas belajar yang lebih statis terasa membosankan dan kurang menarik,” paparnya.
Hal tersebut diperparah dengan berkurangnya kemampuan reflektif. Siswa menjadi kurang mampu memahami tujuan jangka panjang dari belajar dan lebih fokus pada kepuasan jangka pendek.
“Jika tidak diatasi, kondisi ini dapat berujung pada rendahnya keterlibatan dalam proses belajar, kesulitan dalam memahami materi, penurunan prestasi serta peningkatan stres dan kecemasan terkait tugas akademik,” ujarnya.
Untuk mengatasi dampak brain rot terhadap fokus dan daya tahan berpikir siswa, Mia menyarankan metode pembelajaran perlu dibuat lebih menarik dan melibatkan mereka secara aktif.
Salah satu caranya adalah dengan pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), yakni siswa diajak untuk menyelesaikan masalah nyata dengan mencari solusi secara mandiri.
“Dengan metode ini, mereka tidak sekadar menerima informasi, tetapi juga belajar berpikir kritis, menghubungkan ide, dan memahami materi secara lebih mendalam,” katanya.
Mia menambahkan, diskusi terbuka dan refleksi juga bisa membantu siswa terbiasa memilah dan menganalisis informasi, sehingga mereka tidak mudah percaya begitu saja pada segala informasi yang mereka temui di internet.
Supaya belajar terasa lebih menyenangkan, metode gamifikasi yaitu proses belajar dengan menerapkan elemen permainan (game) bisa diterapkan. Misalnya dengan pemberian tantangan, sistem pemberian poin, atau penghargaan untuk mendorong motivasi siswa tanpa bergantung pada kesenangan instan dari media sosial.
Opsi lain yang bisa dilakukan adalah latihan fokus seperti teknik mindfulness dan manajemen waktu, juga bisa membantu siswa mengendalikan distraksi dan meningkatkan konsentrasi.
“Mindfulness melatih siswa untuk lebih sadar terhadap apa yang sedang mereka lakukan, misalnya dengan fokus penuh pada satu tugas dalam satu waktu, mengambil jeda untuk bernapas sebelum beralih ke tugas lain, atau menggunakan teknik pomodoro, yakni belajar selama 25 menit, lalu istirahat 5 menit, teknik ini dapat dilakukan sebanyak 2-5 sesi sesuai kebutuhan” tutur Mia.
Selain itu, manajemen waktu akan membantu siswa mengatur jadwal belajar yang efektif, seperti menentukan prioritas tugas, menghindari multitasking yang tidak perlu, dan membatasi penggunaan media sosial selama sesi belajar.