Dari Masa Silam ke Media Sosial, Patung Homo Erectus Blora Jadi Magnet Edukasi dan Swafoto

Patung rekonstruksi Homo Erectus progresif. (Dokumentasi | Ist)

BLORA, SULAWESION.COM — Di tengah geliat pelestarian sejarah, Rumah Artefak Blora justru menemukan cara unik untuk menghubungkan generasi muda dengan masa lalu: melalui lensa kamera dan unggahan media sosial. Salah satu yang paling mencuri perhatian adalah patung rekonstruksi Homo Erectus progresif, yang kini menjadi ikon swafoto dan spot edukatif di kalangan pelajar.

Berlokasi di kompleks GOR Mustika, rumah artefak yang dikelola Dinas Kepemudaan, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Blora ini terus menarik pengunjung, khususnya siswa-siswi sekolah kejuruan. Seperti yang dilakukan para pelajar jurusan Desain Komunikasi Visual dari sejumlah SMK di Blora, Cepu, dan Kunduran yang tengah menjalani praktik kerja lapangan (PKL) bersama Dinas Komunikasi dan Informatika Blora.

Bacaan Lainnya

“Saya senang sekali bisa mengunjungi rumah artefak. Kami dikenalkan dengan berbagai benda cagar budaya yang belum pernah kami lihat sebelumnya,” ujar Citra, siswi SMK.

Reaksi serupa disampaikan Nayla dan Talita dari SMK Muhammadiyah, yang awalnya sempat terkejut melihat patung Homo Erectus berdiri gagah. “Awalnya kaget, eh ada patung, tapi setelah dijelaskan, kami jadi paham dan makin tertarik. Kami langsung dokumentasi buat video, foto, dan swafoto. Sangat mengesankan,” kata mereka.

Hanifah, salah satu siswi lain, bahkan menyebut kunjungan ini sebagai momen bersejarah. “Ini pengalaman pertama kami. Terima kasih kepada Dinkominfo dan Rumah Artefak Blora. Ini jadi pelajaran penting untuk lebih mengenal cagar budaya daerah sendiri,” ungkapnya.

Di balik pengalaman edukatif ini, terdapat upaya serius pelestarian sejarah yang dilakukan oleh tim Dinporabudpar Blora. Menurut pamong budaya, Dwiyanto, rumah artefak saat ini menyimpan ratusan benda cagar budaya dari empat masa peradaban besar: prasejarah, klasik Hindu-Buddha, Islam, hingga kolonial.

Koleksinya mencakup beragam artefak langka seperti fosil kepala banteng dan kerbau, gading gajah purba, peralatan manusia purba, perhiasan bekal kubur dari komunitas Kalang, arca masa klasik, hingga senjata peninggalan Islam dan kolonial.

“Kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian cagar budaya kian meningkat. Bahkan beberapa koleksi kami berasal dari penyerahan langsung warga,” jelas Dwiyanto.

Selain sebagai pusat konservasi, rumah artefak juga terbuka bagi masyarakat umum yang ingin belajar proses perawatan benda cagar budaya sesuai standar konservasi yang benar.

Kini, rumah artefak Blora tak hanya menjadi tempat penyimpanan sejarah, tetapi juga ruang interaktif yang menghubungkan generasi muda dengan akar peradabannya dengan sentuhan kekinian yang mudah mereka pahami: dokumentasi, edukasi, dan tentu saja, media sosial.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan