PATI, SULAWESION.COM – Krisis politik di Kabupaten Pati memasuki babak baru. DPRD Pati secara resmi membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelidiki dugaan pelanggaran Bupati Sudewo, yang berujung pada kemungkinan pemakzulan.
Langkah ini diambil setelah gelombang aksi protes warga yang menolak kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen. Peraturan Bupati (Perbup) yang mengatur kenaikan tersebut ditandatangani Sudewo pada 18 Mei 2025, tanpa koordinasi atau persetujuan DPRD.
Ketua Pansus Pemakzulan, Teguh Bandang Waluya, mengungkapkan DPRD baru mengetahui kebijakan itu dari media sosial sebelum menerima surat tembusan resmi. “Tidak ada komunikasi, tidak ada pembahasan. Peraturan itu tiba-tiba jadi, dan masyarakat langsung bereaksi,” kata Teguh.
Situasi memanas ketika ratusan warga mendadak masuk ke gedung DPRD pada pagi hari. Legislator yang sedang berbincang di ruang fraksi dikejutkan oleh massa yang mendobrak pintu dan memaksa sidang paripurna digelar. “Sekretariat dewan bahkan tidak sempat menyiapkan absensi. Kami sudah terkepung dan harus langsung sidang. Dari 50 anggota, 42 hadir. Kuorum terpenuhi,” jelas Teguh.
Pansus akan meneliti 12 dugaan pelanggaran, di antaranya:
Penurunan jabatan eselon II menjadi staf tanpa prosedur jelas.
Mutasi pejabat yang melanggar aturan enam bulan sebelum atau sesudah masa jabatan kepala daerah.
Praktik rangkap jabatan di tingkat camat.
Pergantian pejabat mendadak tanpa mekanisme formal.
Meski PBB 250 persen telah dibatalkan, DPRD menilai rangkaian kebijakan dan keputusan Bupati telah merusak kepercayaan publik. “Ini bukan hanya soal pajak, tetapi soal pola kepemimpinan yang mengabaikan prosedur,” tegas Teguh.
Seluruh proses Pansus akan dilakukan terbuka untuk umum. Warga diundang hadir memantau, dengan syarat tertib. “Kami ingin membuktikan bahwa DPRD serius. Tidak ada yang ditutup-tutupi,” ujarnya.
Bupati Sudewo hingga kini tetap menyatakan tidak akan mengundurkan diri. Namun, jika Pansus menemukan pelanggaran serius, DPRD akan menggunakan hak angket dan mengajukan rekomendasi pemberhentian ke Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Jawa Tengah.
Krisis ini diperkirakan akan menjadi ujian terbesar hubungan eksekutif dan legislatif di Pati dalam dua dekade terakhir, sekaligus menjadi perhatian politik nasional.







