BLORA,SULAWESION.COM – Tragedi ledakan sumur minyak ilegal di Desa Gandu, Kecamatan Bogorejo, Kabupaten Blora, yang merenggut empat nyawa warga dan melukai seorang balita, kini memasuki babak baru.
Kepolisian Resor Blora resmi menetapkan tiga orang sebagai tersangka, setelah mengumpulkan bukti dan keterangan dari sejumlah saksi di lokasi kejadian.
Kapolres Blora, AKBP Wawan Andi Susanto, menjelaskan ketiga tersangka memiliki peran berbeda. SPR (46), pemilik lahan, diduga sebagai inisiator pengeboran; ST (42), calon investor yang terlibat dalam pendanaan; serta HRT alias GD (45), berperan sebagai pelaksana teknis di lapangan.
“Ketiganya kami tetapkan sebagai tersangka karena terbukti melakukan aktivitas pengeboran minyak ilegal yang memicu insiden kebakaran dan menimbulkan korban jiwa,” ujar AKBP Wawan.
Peristiwa memilukan itu terjadi pada Minggu 17 Agustus 2025 sekitar pukul 11.30 WIB. Warga sekitar dikejutkan oleh suara letupan keras dari belakang rumah milik SPR.
Minyak mentah yang keluar dari sumur mengalir ke selokan, lalu tersambar api hingga menyulut kobaran besar.
Api dengan cepat menjalar ke rumah warga, menghanguskan bagian belakang bangunan milik seorang warga bernama Tamsir, serta menewaskan seekor sapi yang terjebak di kandang.
Empat warga menjadi korban jiwa dalam tragedi ini. Tanek (88) meninggal seketika di lokasi kejadian, sedangkan Wasini (51), Sureni (55), dan Yeti (30) menghembuskan napas terakhir setelah menjalani perawatan intensif akibat luka bakar serius.
Sementara seorang balita berusia dua tahun, Abu Dhabi, menderita luka bakar berat dan kini dirawat secara intensif di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta.
Selain korban jiwa, polisi mencatat kerugian material yang tidak sedikit. Peralatan pengeboran yang hangus, pompa air, pipa besi, serta tangki penampungan minyak mentah disita sebagai barang bukti. Total kerugian ditaksir mencapai Rp170 juta.
Polres Blora memastikan akan memperkuat langkah penegakan hukum serta penertiban sumur minyak ilegal yang masih marak di wilayah tersebut.
“Kami tidak hanya melakukan penindakan, tetapi juga berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk mitigasi dan inventarisasi sumur ilegal. Upaya ini penting untuk mencegah tragedi serupa terulang,” tegas Kapolres.
Tragedi ini sekaligus membuka kembali perdebatan panjang mengenai maraknya praktik eksploitasi energi ilegal di Blora dan sekitarnya.
Aktivitas pengeboran tradisional kerap dianggap sebagai jalan pintas untuk mendapatkan penghasilan, namun risikonya sangat besar: keselamatan warga terancam, lingkungan rusak, dan negara mengalami kerugian karena sumber daya dieksploitasi tanpa izin.
Para pengamat menilai, penindakan hukum saja tidak cukup. Dibutuhkan solusi jangka panjang yang mampu memberikan alternatif ekonomi bagi masyarakat.
Tanpa itu, praktik serupa dikhawatirkan akan terus berulang, mengingat tingginya permintaan minyak mentah di pasar gelap.
Kasus Blora menjadi pengingat pahit, eksploitasi energi tanpa regulasi bukan hanya masalah hukum, tetapi juga persoalan sosial dan kemanusiaan.







