Sayur Bulu: Dari Dapur Warga Hingga ke Meja Pesta Pernikahan

Haryono Saat mengambil sayur bulu (bambu) atau lomu (rebung). (Foto Fandri Mamonto)

BOLMUT,SULAWESION.COM– Haryono, saat ditemui di perkebunannya ia sedang melakukan penyemprotan rumput, Selasa 30 September 2025.

Di bawah terik matahari ia fokus bagaimana rumpu-rumput liar itu mati. Haryono adalah satu petani asal desa Ollot Satu, Kecamatan Bolangitang Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).

Bacaan Lainnya

Ia memiliki kebun di wilayah perkebunan Tobiho dengan tanaman kelapa, cingkeh hingga kadang sering menanam padi dan jagung.

Sebagai petani yang lama di perkebunan Tobiho dirinya sering dimintakan warga yang menggelar hajatan keluarga atau pesta pernikahan untuk dibawakan sayur-sayur lokal.

“Biasanya daun ubi, bunga pepaya, bahkan sayur bulu (bambu),”katanya, saat diwawancarai setelah istirahat bekerja.

Sambil bercerita, media ini diajak Haryono ke tempat yang sering ia mendapatkan sayur bulu (bambu) atau sering disebut Lomu (Rebung).

Tanaman Bambu Yang Menjadi Tempat Mengambil Sayur Bulu. (Foto Fandri Mamonto)

Melewati semak-semak tampak terlihat kejauhan bambu-bambu yang berukuran tinggi sudah terlihat.

“Disana kita akan mencari sayur bulu,”ujar Haryono sambil menunjuk lokasi tanaman bambu.

Kata ayah empat orang anak ini, biasanya untuk mendapatkan sayur bulu yang baik itu tergantung bulan. Dan jangan sampai juga terlewat waktunya.

Sambil berjalan dirinya mengungkapkan saat ini sayur bulu masih sering digunakan oleh warga diacara pesta pernikahan.

“Biasanya dia menjadi hidangan sayur di meja pesta pernikahan. Kalau disini mereka menyebutnya sayur acar,”katanya,

Dan ada juga sayur bulu yang dicampur dengan santang. Itu biasanya disajikan saat hari-hari keluarga pada pesta pernikahan.

Menurut Haryono, biasanya jika ada permintaan untuk sayur bulu diacara pesta pernikahan paling banyak dua karung. Tapi tergantung permintaan.

Dirinya mengungkapkan, untuk saat ini keberadaan sayur bulu sudah mulai kurang. Tidak seperti beberapa tahun lalu. Mungkin juga karena bulu atau bambu sudah tidak seperti dulu keberadaanya.

Sayur Bulu Yang Telah Diambil. (Foto Fandri Mamonto)

Tak berselang lama kami berdua sampai ditempat  untuk mengambil sayur bulu. Sambil berputar-putar diarea tanaman bambu, Haryono mendapatkan empat sayur bulu. Dan selanjutnya kami bawah ke rumah kebun untuk dibersihkan.

Di pasar tradisional desa Saleo, Kecamatan Bolangitang Barat harga sayur bulu yang sudah dibersihkan dijual Rp5000 semangkuk ukuran sedang.

Sayur bulu yang belum dimasak menjadi incaran warga untuk dibeli. Apalagi cara memasak yang praktis membuat sayur bulu termasuk hidangan yang mudah disajikan di dapur-dapur rumah warga.

Pemanfaatan sayur bulu (lomu) diacara pesta pernikahan menjadi perhatian pemerintah Kecamatan Bolangitang Barat.

Camat Bolangitang Barat Kamil Pontoh mengatakan  pihaknya telah mengimbau kepada warganya untuk memanfaatkan sayur lokal.

Hal ini bukan tanpa alasan dirinya berharap dengan memanfaatkan sayur lokal dapat mempertahankan makna kearifan lokal dan manfaatnya dalam kehidupan yang mencerminkan nilai-nilai budaya.

Sayur Bulu Yang Sudah Dimasak dan siap disajikan. (Foto Fandri Mamonto)

“Yang diwariskan secara turun temurun untuk menjaga harmoni antara manusia, alam dan lingkungan sosial,”katanya.

Diantara yang menjadi perhatiannya adalah sayur bulu (lomu) yang dimasak dengan secara tradisional. Selain itu sayur-sayur yang ada diwilayahnya.

Manfaat Lain Bambu di Bolmut

Di Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) banyak yang memanfatkan bambu. Selain sayur bulu. Ada juga menjadikan bambu sebagai pagar rumah. Dinding rumah (Pitate).

Selain itu ada yang menjadikan bambu sebagai kerajinan tangan yang bernilai ekonomi.

Misalnya Ahmad Pontoh dirinya membuat kopiah dari bambu. Dan ia beri nama ‘Songgo Kalatua’.

Karya Ahmad ini sepatutnya menjadi perhatian pemerintah bagaimana dirinya memanfaatkan bambu dan bernilai ekonomi.

Manfaat lain dari bambu di Bolmut adalah bagaimana menjadi kue andalan sebagian warga di Bolmut yang sering disebut nasi bulu atau nasi jaha.

Misalnya salah satu pedagang nasi bulu yang ada di Kecamatan Bolangitang Barat. Tinggal di desa Ollot Satu, nasi bulunya dipesan hingga warga Jakarta.

Bahkan katanya, sering dinikmati sopir-sopir truk dengan tujuan Makassar-Manado maupun sebaliknya.

“Satu ruas nasi bulu harganya Rp20 ribu,”ujar perempuan pedagang nasi bulu ini.

Nasi bulu yang dijual dengan kendaraan motor. (Foto Fandri Mamonto)

 

Dirinya menjual nasi bulu dengan membawanya dikendaraan motor, lalu melewati desa-desa yang di Tiga Kecamatan. Hingga sampai di Kecamatan Bintauna.

Nasi bulu sendiri terbuat dari beras pulo (ketan) yang dicampur santan dan dimasa di dalam bambu yang dilapisi daun pisang muda lalu dibakar. Sangat pas dinikmati dengan kopi hitam.

Nasi bulu saat disajikan dengan kopi hitam. (Foto Fandri Mamonto)

Disisi lain, Kata Haryono bambu memiliki manfaat begitu banyak bagi masyarakat. Keberadaanya termasuk penting. Dalam kehidupan masyarakat termasuk dapat mendukung ekonomi.

Bambu Memiliki Peran Penting Untuk Memperkuat Fungsi Ekosistem, Ekonomi dan Sosial

Direktur komunikasi dan kemitraan yayasan Kehati, Rika Anggraini mengatakan bambu memiliki banyak manfaat ekologi, sosial  dan ekonomi.

Dari sisi ekologi bambu memiliki keunggulan untuk memperbaiki sumber tangkapan air.

“Sehingga mampu meningkatkan cadangan air bawah tanah secara nyata. Bambu merupakan tanaman yang mudah ditanam dan memiliki pertumbuhan yang sangat cepat, serta tidak membutuhkan perawatan khusus,”ujarnya saat menjadi narasumber pada diskusi forum bumi yang diselenggarakan oleh Yayasan Kehati dan National Georaphic Indonesia dengan tema mendorong arah kebijakan pelestarian dan pemanfaatan bambu sebagai solusi untuk ketahanan ekosistem, ekonomi dan sosial, Kamis 18 September 2025 di Jakarta.

Rika menambahkan dari sisi sosial budaya, masyarakat Indonesia mengenal bambu sebagai bagian dari kehidupan, dari lahir sampai akhir hayat.

Dari sisi ekonomi bambu menjadi salah satu sumber pendapatan bagi masyarakat. Aneka produk yang dihasilkan sangat beragam.

Batang bambu dijual gelondongan menjadi aneka produk alat rumah tangga, hiasan, bangunan mebeler, alat musik, tusuk gigi, anyaman dan lainnya.

“Akar bambu dimanfatkan untuk aneka hiasan. Sementara tunas bambu dimanfaatkan untuk rebung. Daun bambu pun dimanfaatkan untuk pakan ternak, teh dan pupuk,”jelasnya.

Sayangnya, kata Rika bambu di Indonesia kian mengalami ancaman kepunahan karena tingginya eksploitasi tanpa adanya budidaya, selain itu kurangya lahan habitat bambu akibat alih fungsi lahan. Jika terus dibiarkan, maka akan menggangu keseimbangan ekosistem.

Hasil Kerajinan Ahmad Pontoh Dengam Membuat Kopiah Dari Bambu. (Foto Fandri Mamonto)

Sementara itu, direktur mitigasi perubahan iklim kementerian lingkungan hidup, Haruki Agustina mengatakan Indonesia memiliki kurang lebih 160 spesies bambu.

Menurutnya bambu tumbuh dengan cepat, menyerap karbon tinggi dan ramah lingkungan.

“Bambu memiliki potensi strategis sebagai penggerak ekonomi masyarakat, sekaligus pelestarian alam Indonesia,”katanya.

Menurutnya, di Indonesia bambu ditetapkan sebagai hasil hutan bukan kayu (HHBK) melalui peraturan menteri kehutanan. Bambu juga ditetapkan sebagai unggulan nasional (HHBK).

Haruki menambahkan pemanfataan bambu menghadapi tantangan dan permasalahan. Diantaranya produktivitas masih rendah, masih mengandalkan bambu alam dengan produksi 2-6 ton per hektar.

Selanjutnya keterbatasan teknologi, pengolahan bambu masih tradisional, nilai tambah rendah dan daya saing lemah.

Haruki menuturkan belum ada regulasi khusus tentang bambu dan belum ada integrasi kebijakan dalam pengelolaan bambu.

“Pengelolaan potensi ekonomi, sosial dan lingkungan masih belum maksimal,”katanya.

Dirinya menjelaskan langkah-langkah yang bisa diambil untuk mempromosikan dan mendukung pengembangan bambu di Indonesia termasuk peran penting pemerintah dan organisasi non-pemerintah dalam menyediakan dukungan yang diperlukan.

Diantaranya, kordinasi lintas kementrian atau lembaga untuk menyiapkan kebijakan. Memetakan potensi bambu dan mengembangkan pasar.

Peningkatan kapasitas pengelolaan bambu. Serta penguatan kelembagaan untuk melaksanakan strategi pengembangan bambu terintegrasi.

Menurutnya, bambu memiliki peran penting untuk memperkuat fungsi ekosistem, ekonomi, dan sosial. Dengan sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah, serta keterlibatan stakeholder terkait baik masyarakat, akademisi, peneliti dan sektor swasta.

“Maka bambu dapat mendukung pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia sekaligus memperkuat ketahanan masyarakat. Sehingga saatnya menjadikan bambu sebagai bagian dalam mendukung strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim,”jelasnya.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan