BITUNG, SULAWESION.COM – Komisi I dan III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bitung melakukan peninjauan proyek pembangunan laboratorium di Kelurahan Paceda, Kecamatan Madidir, Rabu (31/12/2025).
Peninjauan proyek yang menelan anggaran Rp. 12,7 miliar dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kesehatan itu mengalami keterlambatan.
Hal tersebut dikatakan anggota DPRD Kota Bitung Cherry Mamesah. Ia menekankan, agar proyek Laboratorium dapat diselesaikan sesuai mekanisme dan ketentuan yang berlaku.
“Hasil peninjauan kami menunjukkan pelaksanaan proyek mengalami keterlambatan. Sehingga kami berharap dapat diselesaikan sesuai mekanisme, apakah itu melalui addendum atau sanksi denda,” katanya.
Ia juga menegaskan, agar pihak kontraktor tidak sekali-sekali mengurangi kualitas pelaksanaan proyek. “Kami akan terus mengawal dan mengawasi proyek ini,” tegasnya.
Politisi Partai Golkar ini juga menyoroti ketidakhadiran Kepala Dinas Kesehatan Pitter Lumingkewas dalam agenda peninjauan proyek Laboratorium itu.
“Harusnya Kepala Dinas Kesehatan sebagai pemerkasa proyek ini hadir karena ada beberapa hal yang akan kami klarifikasi sebagai bentuk pengawasan, jangan lepas tangan ditengah pembangunan yang belum selesai,” sindirnya.
Sementara itu, salah satu pengawas proyek Laboratorium Dudi Tambalean menyatakan, keterlambatan proyek karena faktor proses penggalian tanah yang penuh dengan material batu.
“Kami terkendala dengan penggalian, kondisi kontur tanah penuh dengan batu, sehingga butuh waktu cukup lama,” jelasnya.
Di sisi lain, Mieke Lahope selaku kontraktor proyek tak mempermasalahkan kunjungan anggota DPRD Bitung. Ia menganggap agenda tersebut bagian dari fungsi pengawasan yang melekat pada wakil rakyat. Karenanya, Mieke memastikan akan menindaklanjuti masukan yang diterima.
Mieke juga mengakui jika realisasi pekerjaannya baru berkisar 70 persen dari target. Pun demikian dengan pencairan dana yang ia terima. Per hari ini kata dia, perusahaannya baru menerima pembayaran 65 persen dari nilai kontrak yang totalnya mencapai Rp12,7 miliar.
“Jadi dibayarkan sesuai pekerjaan. Dari hitungan mereka (Dinas Kesehatan,red) baru 65 persen, jadi yang dibayarkan sesuai dengan itu,” tukansya.







