BITUNG, SULAWESION.COM – Proses konstatering yang dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Bitung terhadap objek budel milik Alm. Cornelis Rompis di Kelurahan Manembo-nembo, Kecamatan Matuari dinilai tidak dilakukan secara menyeluruh oleh Kuasa Hukum Rifael Sitorus, Reyner Timothy Danielt ,SH.
Reyner menyatakan, tujuan utama dari konstatering adalah untuk meninjau dan memastikan batas-batas objek eksekusi secara keseluruhan, agar jelas dari mana sampai di mana luas dan letak tanah yang akan dieksekusi.
Namun, katanya, dalam pelaksanaan, pengadilan hanya mendatangi satu titik dalam satu hamparan tanah, lalu menyatakan konstatering telah selesai.
“Kami menyayangkan pelaksanaan konstatering hari ini dilakukan tidak secara keseluruhan, padahal tujuan konstatering itu sendiri adalah untuk meninjau seluruh bagian objek eksekusi. Faktanya, mereka hanya pergi ke satu titik lokasi, sementara area objek ini cukup luas,” ujar Reyner, Senin (3/11/2025).
Ia juga menegaskan bahwa fakta penguasaan objek di lapangan tidak diperhatikan, karena sebagian tanah tersebut sudah dikuasai oleh pihak lain, termasuk kliennya sebagai pihak ketiga yang bukan termohon eksekusi.
“Pengadilan seharusnya memeriksa secara menyeluruh untuk memastikan siapa yang benar-benar menguasai objek tersebut. Kami menolak dan menyatakan keberatan atas pelaksanaan konstatering ini,” tegas Reyner.
Sementara itu, Kuasa Hukum Pemohon Eksekusi Clift Pitoy menilai, proses sita eksekusi dan konstatering perintah putusan dari perkara Nomor: 231 tentang perlawanan dalam eksekusi yang dilaksanakan pada Tahun 2023 lalu.
“Konstatering bagian dari eksekusi pemulihan, untuk tanggal penetapan eksekusinya nanti akan ditetapkan pengadilan. Tapi, yang saya perlu tegaskan adalah, sita eksekusi dan konstatering saat ini dianggap sudah terlaksana,” kata Clift.
Clift menyatakan, ada 2 perkara pelaksanaan sita eksekusi dan konstatering ini. Perkara pertama, bebernya, ada 3 objek
“Dan perkara kedua, 1 objek dan ada beberapa lokasi yang sudah dijual oleh pihak termohon. Termasuk lokasi yang berdirinya bangunan Caffe Namarito,” beber Clift.
Ia berujar, termohon melakukan eksekusi Tahun 2023 melalui putusan Peninjauan Kembali (PK) 270. Kendati demikian, Clift menegaskan putusan PK waktu itu tidak membatalkan proses eksekusi yang dilaksanakan pada saat putusan kasasi.
“Jadi pada saat putusan kasasi itu, pihak penggugat dan tergugat, (orang tua atau kakek-nenek) dari pada termohon dan pemohon sebenarnya, sudah ada perdamaian dengan berbagai setengah pada masing-masing objek. Tapi, tanpa sepengetahuan dari pada pihak saat itu (anak-anak) mereka melakukan PK. Sehingga dalam proses PK tersebut membatalkan putusan kasasi. Namun, dalam proses PK tidak membatalkan eksekusi yang sudah dilaksanakan pada Tahun 89,” tukasnya.
Lebih ia menambahkan, ketika mereka melaksanakan eksekusi pemulihan berdasarkan putusan PK, kami kemudian melakukan gugatan perlawanan.
“Nah, gugatan kami dikabulkan karena dianggap proses eksekusi 2023 adalah cacat dan tidak mengikat,” tukasnya.







