BITUNG, SULAWESION.COM – Praktik bagi hasil menjadi modus baru pengusaha menggiring awak kapal perikanan (APK) ke tepi ‘jurang’ perbudakan modern.
Seperti yang dialami oleh awak kapal perikanan asal Kota Bitung, Geofani Rellam (25). Ia bekerja selama 8 bulan di kapal penangkap ikan KM Arta Mina 02.
Dengan sistem bagi hasil, Geofani bekerja keras menangkap ikan di laut lepas tanpa kejelasan penghasilan.
Paling miris lagi, ketika Geofani mengalami sakit berat, ia hanya ditelantarkan dan tidak mendapatkan penanganan medis yang layak.
Meski kasus ini itu telah diselesaikan secara kekeluargaan antara korban dan pihak perusahaan, Serikat Pekerja SAKTI Sulut menegaskan bahwa praktik bagi hasil seperti merupakan sistem perbudakan modern yang terselubung dan harus segera dihentikan.
“Sistem bagi hasil tanpa kepastian upah dan tanpa jaminan kesehatan adalah pintu masuk perbudakan modern. Geofani ini hanyalah satu dari sekian banyak korban yang terpaksa menanggung kerugian fisik dan mental tanpa perlindungan hukum yang jelas,” tegas Ketua Serikat Pekerja SAKTI Sulut, Arnon Hiborang, Sabtu (19/7/2025).
Dalam kasus Geofani selama delapan bulan bekerja di laut lepas, katanya, tidak ada jaminan keselamatan kerja, tidak ada akses kesehatan, serta tidak ada kepastian pendapatan.
“Setelah dipulangkan dalam keadaan sakit, Geofani tidak menerima hasil kerja yang adil,” katanya.
Praktik culas pengusaha ini, menurut Arnon, melanggar sejumlah aturan hukum seperti: Pasal 4 dan 12 UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pasal 90 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan Pasal 69 UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
“Walaupun kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan, praktik sistem bagi hasil seperti ini harus dihentikan total. Jangan sampai ada lagi pekerja perikanan asal Bitung atau daerah lain yang menjadi korban,” ujarnya.
Ia juga mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk mengawasi secara ketat sistem kontrak kerja di kapal perikanan, memastikan pekerja mendapatkan upah layak, jaminan kesehatan, dan perlindungan hukum yang jelas.
“SP SAKTI Sulut akan terus mengawal kasus-kasus serupa dan mendorong perubahan kebijakan agar pekerja perikanan mendapatkan kehidupan kerja yang adil, manusiawi, dan bebas dari eksploitasi,” tukasnya.







