BITUNG, SULAWESION.COM – Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menyelesaikan rapat Pleno Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perolehan Suara Tingkat Kota di Pilkada Bitung. Berbagai tahapan berjenjang itu berjalan sukses.
Hampir semua kejadian khusus yang terjadi, diselesaikan di tingkat pleno Panitian Pemilihan Kecamatan (PPK).
Namun, selesai rapat pleno tingkat kota, membuka tabir data yang menarik untuk diulas.
Selain tren partisipasi pemilih yang menyusut dibandingkan Pileg lalu, jumlah surat suara tidak sah (keliru coblos) yang meroket harus menjadi bahan evaluasi bersama.
Dari data yang diterima media ini, jumlah surat suara tidak sah antara pemilhan Walikota dan Gubernur disetiap kecamatan cukup variatif.
Jumlah surat suara tidak sah pemilihan Walikota ada diangka 2.008 suara dengan rincihan per kecamatan sebagai berikut; Kecamatan Lembeh Selatan 82, Madidir 332, Ranowulu 163, Aertembaga 365, Matuari 322, Girian 311, Maesa 351 dan Lembeh Utara 82 suara tidak sah.
Sementara untuk pemilihan Gubernur jumlah surat suara tidak sah sebanyak 3.958 suara dengan rincian per kecamatan sebagai berikut; Kecamatan Lembeh Selatan 168, Madidir 642, Ranowulu 317, Aertembaga 596, Matuari 563, Girian 665, dan Lembeh Utara 141 surat suara tidak sah.
Baca juga: Partisipasi Pemilih Menyusut, Surat Suara Tidak Sah Meroket di Pilkada Bitung
Dari gambaran data di atas, kecamatan yang berada di kepulauan yaitu Lembeh Selatan dan Lembeh Utara justru berada diangka paling kecil jumlah surat suara tidak sah dibandingkan 6 kecamatan yang ada di daratan.
Partisipasi menyusut dan jumlah surat suara tidak sah yang meroket di Pilkada Bitung saat ini ditanggapi oleh pengamat politik Sulawesi Utara, Alfons Kimbal, Jumat (6/12/2024) sore.
Alfons menilai, partisipasi pemilih belum maksimal di Pilkada serentak kali ini disebabkan oleh pemilih yang sudah jenuh dengan pemilihan.
“Saya melihat latar belakang partisipasi pemilih menurun itu lebih kepada kejunuhan. Masyarakat di awal tahun sudah diperhadapkan dengan Pileg dan Pilpres. Belum selesai dinamikanya, masyarakat sudah diperhadapkan lagi dengan Pilkada serentak. Sehingga ini bisa menjadikan pemilih jenuh untuk datang memilih,” bebernya.
Ditambah lagi, kata akademisi Unsrat ini dengan kelompok-kelompok pemilih seperti mahasiswa dan pekerja di luar kota.
“Saya yakin hanya 50% sampai 60% mahasiswa yang pulang kampung untuk datang memilih. Sisanya dari itu mereka tidak datang memilih karena situasi-situasi tertentu,” katanya.
Terkait jumlah surat suara tidak sah terbilang tinggi di Pilkada Bitung, ia mengajak penyelenggara pemilu lebih khusus KPU dan partai politik untuk melakukan evaluasi-evaluasi kembali.
“Terutama dalam konteks sosialisasi cara pencoblosan dengan baik kepada pemilih yang harus dilakukan secara masif,” kata Alfons.
Ia juga menambahkan, masih banyak pemilih secara psikologi yang masih bimbang dalam menentukan calon.
“Contohnya mereka ingin memilih calon A. Tetapi, ada intimidasi atau propaganda lain untuk memilih calon B. Sehingga, secara psikologi pemilih untuk memilih terganggu,” tukasnya.