Perseteruan Lahan Budel di Manembo-nembo: Bos Namarito Bakal Ajukan Perlawanan Hukum

Bos Namarito, Rifael Sitorus. (Dokumentasi | Yaser Baginda)

BITUNG, SULAWESION.COM – Sengketa lahan budel di Kelurahan Manembo-nembo, Kecamatan Matuari, antara Jetty Lengkong dan Octovius Jahja Insamodra yang telah berlangsung puluhan tahun, bakal memasuki babak baru.

Setelah Pengadilan Negeri (PN) Kota Bitung membacakan sita eksekusi, Rifael Sitorus sebagai korban dan pihak ketiga yang membeli lahan tersebut akan melakukan perlawanan hukum.

Bacaan Lainnya

Menurut Rifael ia membeli lahan tersebut dari salah satu ahli waris Julien, Oktovius Insamodra. Pembelian lahan itu, katanya, dilakukan secara sah melalui Akta Jual Beli (AJB) berdasarkan putusan PK yang inkracht serta Berita Acara Eksekusi Pemulihan tanggal, 5 Juli 2023.

“Mereka datang ke rumah, menawarkan lahan ini. Saya juga tidak serta merta langsung membeli. Legalitasnya saya periksa secara teliti, bahkan ada surat keterangan dari Kelurahan yang menyatakan lahan tersebut tidak bermasalah hingga terjadi jual beli,” ucap Rifael, Jumat (7/11/2025).

Dengan perseteruan kedua bela pihak, bos Caffe Namarito itu merasa dirugikan. Sehingga bakal melakukan perlawanan secara hukum.

“Sebagai pembeli, tuntu sangat merasa dirugikan. Saya tidak terima dan bakal ada perlawanan hukum melalui penasehat hukum saya,” tegasnya.

Reyner Timothy Danielt ,SH selaku kuasa hukum dari Rifael Sitorus menyatakan, pelaksanaan ini didasarkan pada Putusan Perlawanan Nomor 202/PDT/2023/PT MND antara Jetty Lengkong melawan Oktovius Insamodra, yang amar putusannya membatalkan penetapan eksekusi sebelumnya.

Sengketa tanah budel milik almarhum Cornelis Rompis, beber Reyner, telah berlangsung sejak lebih dari lima dekade.

“Perkara ini bermula dari Putusan Nomor 96/1970 jo Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 835 K/Sip/1974, yang menetapkan bahwa Adrian Rompis dan Julien Rompis adalah ahli waris dari almarhum Cornelis Rompis. Namun, pada saat itu belum dilakukan pembagian harta peninggalan,” katanya.

Ia menambahkan, sengketa kemudian berlanjut melalui Perkara Nomor 341/1981/G jo Nomor 203/Perd/1983/PT jo Nomor 2691 K/Pdt/1985, yang amar putusannya membagi sembilan objek tanah budel tersebut masing-masing ½ untuk Adrian Rompis dan ½ untuk Julien Rompis. Putusan ini sempat dimohonkan eksekusi oleh ahli waris Adrian Rompis pada 10 Juni 1989.

“Karena tidak terima, ahli waris Julien Rompis mengajukan Peninjauan Kembali (PK) yang teregister Nomor 270/PK/Pdt/1989. Dalam amar PK  tersebut, Mahkamah Agung membatalkan seluruh putusan sebelumnya yang selanjutnya menyatakan gugatan Penggugat Tidak dapat diterima atau NO dan menegaskan bahwa tanah budel tersebut merupakan harta bersama Cornelis Rompis dengan istrinya, Lientje Lengkong,” tambahnya.

Dalam pertimbangan hukum Putusan PK, katanya, Mahkamah Agung menyatakan bahwa Julien Rompis berhak atas ¾ bagian, sedangkan Adrian Rompis hanya ¼ bagian, yang bahkan telah diterimanya berupa 350 pohon kelapa ditambah 109 pohon kelapa.

“Dengan demikian, hak Adrian Rompis telah selesai dan tidak tersisa lagi bagian atas tanah budel tersebut,” katanya.

Pelaksanaan Eksekusi Pemulihan PK Tahun 1994

Putusan PK tahun 1994 Nomor 270/PK/Pdt/1989 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) kemudian dilaksanakan melalui eksekusi pemulihan oleh ahli waris Julien Rompis yaitu Oktovius Insamodra dan Arnold Wullur pada 5 Juli 2023, dan eksekusi tersebut telah selesai dilaksanakan.

“Salah satu ahli waris Julien, Oktovius Insamodra, kemudian menjual sebagian objek tanah tersebut kepada Rifael Sitorus. Dimana Transaksi tersebut dilakukan secara sah melalui Akta Jual Beli (AJB), dengan dasar hukum Putusan PK yang inkracht serta Berita Acara Eksekusi Pemulihan 5 Juli 2023,” jelas Reyner.

Meski demikian, ahli waris Adrian Rompis kembali mengajukan perlawanan terhadap eksekusi pemulihan tersebut, yang menghasilkan Putusan Nomor 202/PDT/2023/PT MND dengan amar membatalkan penetapan dua eksekusi pemulihan.

“Putusan ini kemudian dijadikan dasar bagi pelaksanaan konstatering yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Bitung,” katanya.

Sebagai kuasa hukum, Reyner juga menegaskan,

Reyner Timothy Danielt ,SH selaku kuasa hukum dari Rifael Sitorus menegaskan bahwa pelaksanaan eksekusi tersebut cacat hukum, karena:

  • Putusan Nomor 202/PDT/2023/PTMND yang menjadi dasar perlawanan, hanya bersifat deklaratoir, yaitu sekadar menyatakan batalnya penetapan eksekusi sebelumnya, tanpa amar yang memerintahkan pengembalian atau penyerahan objek eksekusi.
  • Bertentangan dengan Putusan PK Tahun 1994, Eksekusi ini justru mengembalikan posisi hukum ke hasil Putusan Kasasi 1989, padahal putusan tersebut telah dibatalkan secara tegas oleh Putusan PK Nomor 270/PK/Pdt/1989.
  • Dasar Eksekusi Keliru. eksekusi ini mengacu pada putusan yang amar akhirnya Niet Ontvankelijke Verklaard (NO), sehingga tidak dapat dieksekusi.

Reyner mengungkapkan bahwa saat dilakukannya konstatering, pihaknya telah menanyakan kepada Pengadilan Negeri Bitung dasar putusan inkracht mana yang digunakan sebagai landasan pelaksanaan konstatering dan eksekusi ini, namun tidak diperoleh jawaban yang jelas.

“Kalau pelaksanaan eksekusi kemudian mengacu pada Putusan Perlawanan Nomor 202/PDT/2023/PT MND, maka jelas eksekusi ini cacat hukum. Sebab dalam pertimbangan hukumnya sendiri disebutkan bahwa pengembalian objek eksekusi yang telah selesai seharusnya dilakukan melalui gugatan baru, bukan melalui perlawanan apalagi dengan cara eksekusi jelas sangat dipaksakan,” tukasnya.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan