BITUNG, SULAWESION.COM — Serikat Awak Kapal Perikanan Bersatu (SAKTI) Sulawesi Utara menyambut baik langkah pemerintah pusat dalam menangani persoalan status kewarganegaraan warga keturunan Indonesia dan Filipina.
Ketua Serikat Awak Kapal Perikanan Bersatu (SAKTI) Sulawesi Utara, Arnon Hiborang berharap proses itu diikuti dengan tindakan nyata dan percepatan penetapan status hukum, terutama bagi warga yang sudah menetap puluhan tahun di Kota Bitung.
Menurutnya, hingga saat ini masih banyak warga keturunan yang hidup dalam ketidakpastian. Mereka telah menikah dengan masyarakat Kota Bitung, memiliki anak, dan berkontribusi dalam sektor perikanan serta kehidupan sosial, namun tidak diakui secara hukum baik oleh Indonesia maupun Filipina.
“Kami menghargai langkah pemerintah pusat, tetapi faktanya di lapangan masih ada puluhan keluarga yang belum mendapat kejelasan. Mereka kesulitan mengurus pernikahan di gereja dan catatan sipil, tidak bisa mengakses BPJS, sekolah, maupun pekerjaan yang layak karena status mereka tidak jelas,” ungkap Arnon Hiborang, Kamis (6/11/2025).
Dari data Serikat Awak Kapal Perikanan Bersatu (SAKTI) Sulawesi Utara, kata Arnon, hasil pendataan yang pernah diverifikasi oleh Kementerian Hukum dan HAM serta pihak Imigrasi pada tahun 2018, terdapat 166 orang di Kota Bitung yang tidak memiliki kejelasan status kewarganegaraan.
Dari jumlah tersebut, 26 orang di antaranya tercatat sebagai anggota binaan dan keluarga keluarga dari pekerja sektor perikanan Serikat Awak Kapal Perikanan Bersatu (SAKTI) Sulut.
“Kami menilai langkah pemerintah melalui Kemenko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan merupakan suatu kemajuan penting. Namun, proses tersebut harus melibatkan pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, dan perwakilan komunitas agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar menyentuh kebutuhan riil masyarakat di lapangan,” tegasnya.
Ia juga berharap pembentukan instrumen baru yang disebutkan dalam media pada beberapa hari lalu tidak berhenti di atas kertas.
“Pemerintah harus memastikan tidak ada satu pun keluarga yang dibiarkan hidup tanpa kewarganegaraan. Mereka ini sudah menjadi bagian dari Kota Bitung selama puluhan tahun,” tambah Arnon.
Arnon mendorong agar pemerintah Indonesia dan Filipina mempercepat proses verifikasi lintas negara, serta memberikan perlindungan hukum sementara bagi mereka yang masih menunggu status kewarganegaraan agar dapat hidup dengan aman dan bermartabat.
“Ini bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga kemanusiaan. Kami berharap pemerintah segera menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut dengan langkah konkret di lapangan,” tutupnya sembari menyatakan, SAKTI Sulut bakal mengawal proses legalisasi dan perlindungan hak-hak warga keturunan Indonesia – Filipina, terutama mereka yang telah lama hidup, bekerja, dan berkeluarga di wilayah Kota Bitung dan sekitarnya.







