BUSEL, SULAWESION.COM – Jagat maya kemarin dihebohkan atas pemberitaan seorang nenek sebatang kara bernama WA Ande, warga Desa Lapandewa, Kecamatan Lapandewa, Buton Selatan (Busel), yang tinggal di sebuah gubuk reyot dan dituding sama sekali tidak pernah mendapat bantuan sosial dari pemerintah, oleh salah satu media online lokal yang tayang pada, Senin (16/6/2025).
Sesaat setelah tayang, berita itu pun langsung viral di grup-grup media sosial Facebook dan Whatsapp khususnya lingkup Busel. Tidak sedikit netizen memberikan tanggapan miring, yang ditujukan kepada Pemdes Lapandewa maupun Pemkab Busel. Di mana pemerintah dituding acuh dan salah sasaran dalam memasukan data penerima manfaat bantuan sosial, sebab terbukti masih ditemukan warga masyarakat yang hidup di gubuk, yang jauh dari kata layak, di tengah gencarnya bantuan sosial sejak era pandemi covid-19 hingga saat ini.
Namun setelahnya diketahui, pemberitaan tersebut hanya berdasarkan pada video konten kreator yang diunggah di laman facebook dan yang menjadi nara sumbernya pun adalah konten kreator yang mengunggah video tersebut.
Ironisnya lagi, kuli tinta dan media lokal tersebut belum meminta klarifikasi kepada pihak terkait, baik warga sekitar atau pun keluarga nenek Wa Ande maupun pemerintah desa setempat, namun langsung meminta tanggapan dari Ketua DPRD Busel, Dodi Hasri, terkait masih adanya warga yang tinggal di gubuk yang jauh dari kata layak.
Dodi Hasri, pun langsung menanggapi pemberitaan tersebut dengan meminta pemda melalui dinas terkait untuk mengecek langsung kondisi lapangan terkait guna sesegera mungkin untuk diatasi.
Setelah dilakukan penelusuran lebih jauh terkait nenek Wa Ande itu. Ternyata menurut pengakuan salah seorang keluarganya yang bernama La Iri, justru nenek Wa Ande ini memiliki rumah yang masih layak di kampung, tepat di belakang Kantor Desa Lapandewa. Dan nenek tersebut juga masih terdaftar sebagai penerima manfaat bantuan sosial dari desa.
Namun karena memiliki kekurangan mental (kejiwaannya), sehingga pihak keluarga tidak punya daya untuk menahan, sehingga membiarkan nenek tersebut memilih untuk tinggal di gubuk reyot yang didirikannya sendiri di kebun tidak jauh dari pemukiman warga.
“Ada rumahnya di belakang kantor desa itu. Tapi memang dia itu tidak mau tinggal di situ, karena tidak seperti biasanya, ada sedikit gangguan kejiwaan. Tapi sampai sekarang untuk bantuan seperti BLT itu dia terima,” tuturnya.
Dikatakannya, nenek itu memilih tinggal di gubuk, di kebun dekat kampung tersebut belum begitu lama. Di mana, sebelumnya nenek itu tinggal di kebun miliknya yang jauh dari perkampungan. Dan biasa lalu lalang di jalan raya, baik menuju kebunnya atau pun balik di perkampungan saat hari-hari pasar, karena hendak menjual sayur mayur hasil di kebunnya sendiri atau pun menawarkan sayur jualannya dengan harga seikhlasnya ke rumah-rumah warga yang ia lewati.
Namun, nahas beberapa bulan lalu, nenek itu mengalami musibah kecelakaan, disenggol pemotor saat nenek jalan kaki dari kebunnya menuju kampung. Dan langsung mendapat perawatan medis di puskesmas, setelahnya baru dibawa pulang oleh keluarganya untuk dirawat sendiri di rumah. Setelah sembuh, nenek itu justru langsung pergi dan membuat gubuk di kebun bukan miliknya, dan warga sekitar memakluminya sehingga tidak mempersoalkannya hingga saat ini.
“Pernah kita sudah siapkan kayu dan atap seng kemudian kita sama-sama dengan keluarga yang lain untuk kita perbaiki rumah gubuknya, tapi nenek tidak mau. Bahkan kita kasihkan beras dia tidak mau terima, karena memang dari dulu dia tidak mau berharap pemberian orang lain,” jelasnya.
Lantas, pemberitaan yang menuding nenek Wa Ande tidak pernah mendapat perhatian dari pemerintah setempat itu akhirnya mendapat kecaman dari sejumlah pihak. Salah satunya dari salah seorang tokoh masyarakat setempat, yakni Yahya. Dia mengaku geram dengan berita viral yang beropini bahwa nenek Wa Ande luput dari perhatian pemerintah dan keluarganya.
“Yang diberitakan media resmi Spion News soal nenek Wa Ande itu tidak benar, bahkan menyesatkan. Apalagi sumbernya hanya berdasarkan dari konten kreator di Facebook, tanpa klarifikasi kebenarannya di lapangan,” ungkapnya.
Pihaknya mengecam pemberitaan soal nenek sebatang kara tersebut bukan tanpa alasan, sebab dirinya adalah salah satu pelaku sejarah yang memasukan nenek itu sebagai penerima manfaat bantuan sosial dari desa sejak 2019, saat dirinya menjabat Kepala Desa Lapandewa.
“Memang kita ketahui bersama bahwa nenek tersebut mengalami sedikit gangguan jiwa.Tapi walau pun begitu, karena yang bersangkutan sebatang kara, sehingga saat itu tetap menjadi perhatian Pemdes Lapandewa bersama kelembagaan desa dan tokoh-tokoh adat dan masyarakat untuk memberikan perhatian sebagai penerima manfaat sosial dalam hal ini melalui BLT. Dan bahkan setiap penyaluran dana BLT itu kan nenek ini tidak pernah hadir namun pemdes saat itu melalui sekdes maupun bendahara desa yang mengantarkan langsung dana BLT_nya ke nenek itu,” paparnya.
Demikian pula terkait perhatian keluarga dan pemerintah desa soal rumah layak huni bagi nenek Wa Ande. Kata Yahya, itu sudah pernah dilakukan renovasi rumahnya nenek tersebut dan itu berdasarkan rembuk keluarga.
“Namun setelah dibuatkan rumahnya yang ditengarai Pak Lai Iri saat itu, nenek ini justru lebih memilih untuk menyendiri tinggal di kebun di wakalindo, bahkan tinggal di goa di kebunnya saat itu,” sebutnya.
Lebih lanjut, pihaknya pun tidak mempermasalahkan para konten kreator dalam mengunggah video hiburan maupun video lainnya yang informatif, asal tidak merugikan atau menyudutkan salah satu pihak. Namun dirinya berharap bagi media atau wartawan yang hendak menjadikannya isu berita dari video konten tersebut haruslah diverivikasi dan diklarifikasi dulu sebelumnya.
“Tapi ini justru lain, media resmi Spion News ini membuat berita dengan hanya bersumber dari video konten kreator, tanpa mengklarifikasi fakta di lapangan, langsung beropini sendiri yang menyesatkan publik. Kalau pun tidak mau mengklarifikasi beritanya, namun jika kemudian ternyata ada kesalahan di lapangan, yah harusnya media itu langsung naikan berita ralat. Karna berita ralat itu harus diikuti oleh media massa ketika terdapat kesalahan atau informasi yang tidak akurat dalam berita yang telah diterbitkan sebagai bukti bahwa wartawan dan medianya itu profesional. Tapi ini tidak, setelah buat berita sesat, kemudian buat lagi berita tanggapan dari ketua DPRD, setelah itu baru berita klarifikasi,” jelasnya penuh geram.
Olehnya, dia berharap bagi siapa pun, entah pembuat berita maupun konten kreator dalam melakukan sorotan, harusnya bukan hanya mempertimbangkan agar mendapat banyak pembaca atau pun penonton supaya dapat cuan banyak. Namun harus dibedakan mana untuk kepentingan berita dan mana hiburan.
“Terkait konten-konten kreator yang mengunggah postingan tentang foto atau video dengan tanpa menyudutkan salah satu pihak dan sorotannya itu sesuai fakta, justru tidak masalah. Dan saya pikir dalam proses pemberitaan kita harus beradab lah, penyaji berita harus beretika dan taat pada aturan dan kode etiknya. Jadi tidak boleh seenak jidat kita beropini sepihak apalagi sampai menyudutkan salah satu pihak. Sehingga Spion News itu baiknya harus mempertimbangkan posisi penempatan wartawannya ini karena pemberitaan sesat,” tutupnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Penjabat Kepala Desa Lapandewa, La Igu saat dikonfirmasi terkait nenek Wa Ande yang dituding tidak pernah mendapat bantuan pemerintah.
Kata dia, penerima BLT dari sejak masa pemerintahan sebelumnya, hingga pelaksana tugas kepala desa saat ini tidak ada penghapusan data penerima manfaat. Walau memang ada pengurangan kuota penerima manfaat BLT bagi warga yang telah meninggal dan yang telah mampu namun warga atas nama Wa Ande itu masih terdaftar dan aktif sebagai penerima manfaat.
Kemudian terkait bantuan rumah yang layak, pihaknya mengakui bahwa yang bersangkutan benar memiliki rumah yang layak di tengah pemukiman warga tepatnya di belakang Kantor Desa Lapandewa.
“Pertanyaannya, kenapa beliau malah tinggal di rumah reyot di kebun pinggir perkampungan?. Karena beliau memang memiliki sedikit gangguan kejiwaan sehingga lebih memilih mengasingkan diri untuk tinggal di kebun,” ungkapnya saat dikonfirmasi, Selasa (17/6/2025) malam.
Pihaknya pun telah melakukan cek langsung di lokasi kebun berdirinya gubuk tersebut, sambil berdiskusi dengan warga sekitar terkait asal mula nenek Wa Ande memilih tinggal di gubuk itu. Diketahui bahwa waktu dulu beliau masih normal dan lahan kebun tersebut belum dibagi-bagi oleh keluarganya, memang nenek itu berkebun di situ, makanya beliau kembali mendirikan gubuk di kebun itu.
Sehingga pihaknya berharap, baik para konten kreator maupun media resmi dalam memuat tayangan yang menghibur maupun yang informatif, harusnya sebelum menaikan berita itu, dipastikan dulu data primernya.
Apalagi kata dia, Lapandewa adalah kampung yang sangat terkenal kental dengan sosial dan budayanya. Sehingga sangat tidak elok bila membuat konten-konten yang menyudutkan, apalagi memberitakan bahwa pemerintah membiarkan warga masyarakatnya hidup dengan kondisi yang tidak layak.
“Kita berharap bagi wartawan dan media sebelum memberitakan itu harus dipastikan bahwa datanya betul-betul sesuai fakta sehingga fungsinya sebagai kontrol sosial itu bisa terpenuhi dan memberikan manfaat. Di zaman sekarang ini kita tidak harus memaksakan semua masyarakat untuk pintar tapi setidaknya jangan menjerumuskan masyarakat dengan menyuguhkan berita yang menyesatkan,” pesannya.
Ketua DPRD Busel pun sampai kaget saat mengetahui bahwa pemberitaan tentang nenek Wa Ande di Lapandewa tersebut yang hidup di dalam gubuk reyot tidak layak, yang belum pernah tersentuh bantuan pemerintah, ternyata adalah berita yang tidak valid.
“Kita sudah minta pemda lewat dinas terkait untuk mengecek langsung kondisi lapangan terkait kebenaran berita tersebut. Padahal yang beredar itu rumah kebun. Rawan juga teman-teman wartawan memuat berita ini,” imbuhnya dengan penuh geram.