SUMBAR, SULAWESION.COM – Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey dalam kapasitasnya sebagai Ketua unsur non pendeta Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (MPH PGI) mengikuti penutupan Sidang Majelis Pekerja Lengkap (MPL) PGI di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Senin (29/1/2024).
Sidang yang dihadiri Ketua Umum PGI Pendeta Gomar Gultom dan perwakilan pimpinan gereja dari seluruh Indonesia ini berlangsung selama tiga hari yakni Jumat-Senin (26-29/1/2024).
Adapun pikiran pokok sidang MPL PGI di Mentawai mengangkat isu terkait politik yang bermoral dan beretika serta berintegritas.
Sidang MPL PGI 2024 mengusung tema: “Aku adalah yang Awal dan yang Akhir” dengan pikiran pokok “Spiritualitas Keugaharian: Membangun Kehidupan yang Demokratis dan Berkeadilan serta Politik yang Bermoral dan Beretika”.
Pdt Gomar Gultom dalam sambutannya mengatakan bahwa salah satu pergumulan konkrit kini adalah bagaimana mempersiapkan warga gereja menyikapi pemilu 2024 yang sudah di ambang pintu.
“Sebagai bangsa kita telah menetapkan demokrasi sebagai kendaraan menuju masyarakat adil dan makmur yang kita cita-citakan,” kata Pdt Gomar.
Salah satu prasyarat negara demokrasi, jelas Pdt Gomar, adalah penyelenggaraan pemilu secara berkala sebagai mekanisme pemilihan wakil rakyat untuk menjadi penyelenggara negara.
Menurutnya pemilu merupakan salah satu pilar utama dari proses akumulasi kehendak masyarakat. Dengan demikian melalui pemilu 2024 sedang menilai kontrak yang pernah diberikan kepada wakil-wakil masyarakat selama lima tahun. Pada saat yang sama juga akan menentukan orang-orang yang dipercaya untuk memimpin bangsa Indonesia.
“Sekalipun pemilu 2024 bukanlah segala-galanya namun tanpa pemilu 2024 yang berkualitas akan mempersulit masyarakat dan bangsa Indonesia menggapai keadilan dan kesejahteraan di masa depan,” jelas Pdt Gomar.
“Oleh karena itu menjadi keharusan bagi kita semua memperjuangkan dan mengawal penyelenggaraan pemilu 2024 ini untuk sungguh-sungguh mencerminkan nilai-nilai demokrasi yakni kemanusiaan, kesetaraan, keadilan dan profesionalitas dengan tetap berpegang teguh pada keutuhan masyarakat dan bangsa Indonesia yang berazaskan pancasila dan UUD 1945,” sambungnya.
Pada jenjang berikutnya yaitu kesadaran konvensional dimana ada upaya dan kepatuhan hukum sebagai bentuk penghargaan akan keberadaan orang lain.
Jenjang terakhir adalah pasca-konvensional, dimana ada kesadaran bahwa hukum sebagai pengaturan hidup bersama adalah produk kesepakatan dan setiap saat bisa berubah.
“Maka di sini akal sehat, toleransi dan yang memuncak pada kesetiaan hati nurani merupakan dasar dalam pengambilan keputusan etisnya,” kunci Pdt Gomar.
(***)