MANADO, SULAWESION.COM – Sebuah sistem pendidikan yang berusaha menyerupai dan memenuhi sistem kapitalisme tidaklah unik di Indonesia. Namun satu hal yang cukup istimewa dan mengkhawatirkan bagi Indonesia saat ini adalah minimnya kontra-narasi dari pendidikan kapitalisme.
“Singkat kata, hal ini terjadi karena dalam membicarakan kontra-narasi dari pendidikan kapitalis,” ungkap Ketua Umum Persatuan Mahasiswa Halmahera Utara (PMHU) di Sulawesi Utara E’ra Muhama kepada media ini, Selasa (2/5/2023) malam.
E’ra sapaan akrabnya, pada peringatan Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas tahun 2023 ini menjelaskan bahwa mahasiswa harus mampu mengkritisi kapitalisme itu sendiri dan melihat melampaui konsep pembangunan yang ada kini.
“Dari sini maka harus diakui bahwa salah satu hal sentral yang mematikan pemikiran progresif, pemikiran-pemikiran yang menjadi anti-tesis terhadap kapitalisme,” jelas mahasiswa yang berasal dari Universitas Pembangunan Indonesia (UNPI) Manado.
Yang ada dipikirannya bahwasanya ketika pendidikan sentral maka jalan panjang untuk merealisasikan pendidikan yang lebih kritis, akan tetapi nyatanya tak semudah yang ia kira.
Menurutnya, karena pendidikan Indonesia hari ini hanya mampu menciptakan generasi sebagai sekrup-sekrup dari kapitalisme, akhirnya pendidikan formal hari ini tidak mampu menciptakan generasi yang unggul demi bangsa Indonesia.
E’ra menambahkan seringkali kita terilusi bahwa solusi pendidikan ialah kunci utama dalam persoalan masyarakat. Namun ia sering mendengar ada yang mengatakan ketika seseorang menempuh pendidikan yang luar biasa maka orang tersebut dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang sedang masyarakat alami.
“Tetapi nyatanya orang yang memiliki pendidikan yang luar biasa dapat menindas orang yang memiliki pendidikan rendah, dengan membuat regulasi yang seharusnya meringankan malahan memberatkan masyarakat dalam menghadapi hal tersebut,” tambahnya.
“Di waktu sekarang ini bukan hal yang biasa lagi jika kaum intelektual dan kaum berpendidikan tinggi justru menjadi abdi pada tuan-tuan dan nyonya-nyonya kapitalis dan menikmati hasil dari buah pendidikannya yang penuh glamour dan kecongkakan, merasa paling tahu dan benar dalam segalanya,” sambungnya.
E’ra kembali menerangkan bahwa pada waktu ini juga institusi pendidikan memiliki birokrat-birokrat kampus dan sekolah yang dengan keahlian mereka, mereka menjalankan pendidikan kapitalis yang semakin mahal dan hampir tidak terjangkau bagi seluruh masyarakat.
“Tiada hari yang kita lewati tanpa seruan mengenai pentingya pendidikan. Terkadang kita juga mendengar bahwasannya Indonesia membutuhkan generasi yang cerdas agar kita tidak kalah saing dan untuk kemajuan bangsa kita. Saya pikir dengan adanya “Kampus Merdeka” dan “Sekolah Merdeka” dapat lebih mudah masyarakat menempuh pendidikan namun nyatanya tidak!malahan lebih mempersulit masyarakat dengan adanya biaya yang hampir tidak terjangkau,” terangnya.
Oleh sebab itu E’ra menegaskan dari masalah-masalah yang terjadi dalam tubuh pendidikan ini kita harus tetap berkomitmen dan konsisten untuk bersuara mewujudkan pendidikan gratis, ilmiah dan demokratis karena ini merupakan sandaran terhadap amanat Undang Undang Dasar 1945 yaitu Mencerdaskan Kehidupan Bangsa.
“Salah satu aspek penting dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa adalah memastikan pendidikan bisa diakses oleh seluruh rakyat tanpa terkecuali. Artinya tidak boleh seorangpun warga negara tercegat haknya menikmati pendidikan tinggi karena faktor biaya, namun rupanya ini cuma jadi mimpi yang tak berkesudahan karena pada kenyataannya sampai saat ini negara kita belum sanggup mewujudkannya,” tutupnya tegas.
(Noufryadi Sururama)