La Nina Disebut Istilah Asing, Sulaiman Sarankan KPU Bitung Tak Perlu Baper

KPU Bitung saat memberikan keterang pers usai debat kedua berlangsung. (Dokumentasi | Yaser baginda)

BITUNG, SULAWESION.COM – La Nina atau fenomena suhu permukaan laut (SPL) jadi topik perdebatan pasangan calon (Paslon) di debat kedua Pilkada Bitung, Selasa (22/10/2024) kemarin.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bitung melalui Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat Wiwinda Hamisi mengigatkan, agar pasangan calon (Paslon) tidak menggunakan istilah asing.

Bacaan Lainnya

Peringatan istilah asing yang dimaksud Wiwinda itu salah satunya terkait pertanyaan Geraldi Mantiri kepada Hengky Honandar yaitu fenomena La Nina atau suhu permukaan laut (SPL).

“Yang pasti untuk debat berikutnya akan dievaluasi. Terutama paslon menggunakan istilah asing atau menggunakan singkatan,” jelasnya.

Kendati begitu, katanya, jika ada paslon yang ingin menggunakan istilah asing atau singkatan harus dijelaskan.

“Agar supaya juga apa yang ditanyakan, bisa dipahami. Karena tidak semua yang mengetahui istilah asing,” katanya.

Sementara itu penghubung pasangan calon (Paslon) Geraldi Mantiri – Erwin Wurangian, Sulaiman Luawo mengaku tidak menampik ada istilah asing yang digunakan.

Tapi, kata Sulaiman, istilah asing La Nina yang ditanyakan Geraldi Mantiri kepada Hengky Honandar menggunakan penjelasan yang begitu baik.

“KPU Bitung tak perlu terlalu bawah perasaan (Baper). Sebelum masuk pertanyaan, ada penjelasan dari Geraldi ke Hengky bahwa La Nina itu terkait suhu permukaan laut,” ucapnya.

Ia juga mengatakan istilah asing yang digunakan GM-Win tidak menihilkan esensi debat kedua pasalon.

“Hanya saja paslon lain tak mampu menyimak pertayaan dengan baik, sehingga di beberpa jawaban agak keliru,” tukasnya.

La Nina sendiri merupakan kebalikan dari fenomena El Nino. Nama La Nina sendiri dari bahasa spanyol yang berarti anak perempuan atau putri.

Selama fenomena itu berlangsung, suhu permukaan laut di sepanjang timur dan tengah Samudera Pasifik yang dekat atau berada di garis khatulistiwa mengalami penurunan sebanyak 3° hingga 5 °C dari suhu normal. Kemunculan fenomena tersebut biasanya berlangsung paling tidak lima bulan.

Fenomena ini memiliki dampak yang sangat besar terhadap cuaca bahkan iklim di sebagian besar wilayah dunia, terutama di wilayah Amerika Utara, bahkan berdampak pada pola musim terjadinya Badai Atlantik dan Badai Pasifik.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *