25 Tahun Reformasi, GMNI Manado Gelar Mimbar Rakyat dan Beri Kartu Merah Kegagalan Aktivis 98

Mimbar Rakyat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Manado di GodBless Park, Kota Manado, Senin (29/5/2023) malam.

 

Bacaan Lainnya

MANADO, SULAWESION.COM – Peristiwa Reformasi Tahun 1998 menjadi momok penting yang masih hangat diulas hingga kini.

Cita-cita reformasi yang digaungkan dulu untuk meruntuhkan rezim otoritarianisme Soeharto sekadar dijadikan penyambung kekuasaan oligarkis yang dilakukan para aktivis ketika menempati posisi-posisi strategis.

Melalui Mimbar Rakyat yang bertajuk 25 Tahun Reformasi; Menyibak Tabir Gelap Orde Baru hingga Orde Paling Baru, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Manado merepresentasikan lewat Orasi Tematik, Musikalisasi Puisi, Screening Film dan Akustik di GodBless Park, Kota Manado, Senin (29/5/2023) malam.

Ketua GMNI Cabang Manado Taufik Poli kepada media ini menjelaskan momen refleksi 25 tahun reformasi ini adalah upaya memikirkan kembali secara kritis reformasi yang telah berjalan.

Menurut pria jebolan Universitas Pembangunan Indonesia (UNPI) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik ini sebagai generasi pasca 98, Taufik menganggap reformasi tidak lagi sesuai cita-cita yang diharapkan.

“Pertama reformasi hanya membawa perubahan secara institusional tidak secara struktural, memang ada perubahan-perubahan institusi fan hukum yang demokratis pasca reformasi tapi institusi dan hukum itu kini harus tunduk pada kekuasaan oligarkis. Sedangkan perubahan relasi kekuasaan secara struktural tidak terjadi, kekuasaan tetap bersifat oligarkis seperti era Orde Baru hanya saja lebih kompetitif dan dinamis, tetapi tujuannya tetap sama yaitu mengakumulasi kekayaan ekonomi dan kekuasaan politik,” jelasnya, Selasa (30/5/2033).

Taufik kemudian menerangkan jika ketimpangan tetap terjadi pasca reformasi. Menurut data World Ineqeuality Report tahun 2022, 10 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 60 persen total kekayaan nasional.

“Reformasi juga tidak mampu menghadang kepentingan modal melalui globalisasi neoliberal yang terbukti turut melanggengkan ketimpangan ekonomi,” terangnya.

Taufik menambahkan eksperimen go-politics para aktivis 98 untuk masuk ke dalam arena politik formal tidak dapat membawa perubahan signifikan dari dalam, malahan mereka terserap ke dalam koalisi oligarki.

“Itu karena mereka masuk secara sporadis dan terpecah-pecah tidak dalam kendaraan politik yang koheren, akibatnya mereka yang di dalam tidak lagi terkoneksi dengan mereka yang di luar, lebih parahnya mereka tidak lagi memiliki semangat pro-demokrasi sewaktu dulu,” tambahnya.

Bersama sejumlah OKP dan Organisasi Cipayung, mereka menyerukan kegagalan para aktivis 98.

“Kami generasi pasca 98 ingin menjadi anti-tesis generasi 98 yang telah terbukti gagal itu,” serunya.

Di akhir kegiatan para mahasiswa membagikan kartu merah sebagai simbolisasi atas kegagalan para aktivis 98.

Noufryadi Sururama

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *