SULAWESION, MANADO — Suasana di ruang pertemuan Kantor Gubernur Sulawesi Utara, Selasa (25/11), terasa hangat sejak awal. Di tengah padatnya agenda koordinasi pemerintah pusat dan daerah, ada satu topik yang mendapat perhatian khusus dari Gubernur Mayjen TNI (Purn) Yulius Selvanus Komaling (YSK): bagaimana memastikan kelompok masyarakat paling rentan tetap punya ruang untuk bangkit secara ekonomi.
Pertemuan itu sendiri digelar dalam rangka kunjungan kerja Sekretaris Kemenko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, R. Andika Dwi Prasetya. Ia hadir bersama Asisten Deputi Koordinasi Strategi Pelayanan Keimigrasian, Agato Simamora, serta sejumlah Kepala Kantor Wilayah. Agenda resmi berbicara soal harmonisasi regulasi, penguatan layanan keimigrasian, hingga penataan kebijakan pemasyarakatan. Namun diskusi berkembang menjadi lebih luas ketika Gubernur YSK menyinggung soal pemberdayaan ekonomi masyarakat rentan.
Di antara obrolan strategis itu, nama Laskar Narapidana Mandiri Indonesia (NAPIRI) ikut mengemuka. Organisasi yang dipimpin Alfa Christian Kaliey ini selama bertahun-tahun menjadi tempat kembali bagi para mantan narapidana—memberi pelatihan, membuka peluang usaha kecil, dan membangun kembali kepercayaan diri mereka untuk berdiri di tengah masyarakat.
Gubernur YSK menilai gerakan seperti ini bukan sekadar kegiatan sosial, melainkan langkah nyata untuk memperkuat ekonomi kerakyatan. “Kelompok rentan perlu pintu masuk agar mereka bisa produktif kembali. Kalau kita buka jalannya, daerah ikut maju,” ujarnya dalam pertemuan itu.
Dukungan tersebut langsung mendapat respons positif dari jajaran Kemenko. Kepala Bagian Tata Usaha dan Umum Kanwil Ditjenpas Sulut, Yulius Paath, yang juga menjadi Pembina NAPIRI, menyebut komitmen Gubernur sebagai energi baru bagi program pemberdayaan masyarakat bawah.
“Perbincangan hangat Gubernur Sulut Yulius Selvanus Komaling bersama Sesmenko Kumham Imipas dan para Kakanwil serta dukungan Gubernur untuk program ekonomi kerakyatan Ormas NAPIRI. Terima kasih Gubernur Rakyat Sulut, memberi ‘jalan terang’ dalam kegelapan ekonomi rakyat,” kata Yulius.
Menurutnya, dukungan tersebut jauh dari sekadar sambutan formal. Pemerintah provinsi melihat program NAPIRI memiliki benang merah dengan agenda pembangunan daerah, khususnya dalam memperluas akses ekonomi bagi kelompok yang selama ini kesulitan masuk pasar kerja formal.
Di banyak tempat, mantan warga binaan kerap menghadapi stigma dan hambatan administratif yang membuat mereka sulit memulai ulang hidup. NAPIRI mencoba meretas hambatan itu lewat pelatihan keterampilan, usaha mikro, serta pendampingan komunitas. Dan kini, dengan dukungan pemerintah provinsi, langkah mereka diperkirakan akan mendapat daya dorong lebih besar.
Kunjungan kerja ini juga menandai meningkatnya koordinasi kebijakan hukum dan pemasyarakatan di Sulut. Pemerintah provinsi menegaskan bahwa pembangunan tidak hanya soal infrastruktur atau administrasi birokratis, tetapi juga memastikan mereka yang berada di garis paling pinggir ekonomi tetap diberi kesempatan untuk tumbuh.
Di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil, inisiasi pemberdayaan seperti yang dilakukan NAPIRI dianggap sebagai titik pijak baru untuk memperluas basis ekonomi rakyat. Bagi banyak keluarga yang selama ini hidup dalam ketidakpastian, langkah ini benar-benar terasa sebagai “jalan terang” yang membuka harapan baru.







