Gunakan kata “Kafir” saat Demo, Ketua FKUB Sulut : Meresahkan dan Ancam Kerukunan Beragama

MANADO, SULAWESION.COM— Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulawesi Utara (Sulut) Pdt Lucky Rumopa soroti demo dari Lembaga Dewan Pimpinan Nasional Dewan Perlindungan Hak-hak Rakyat Indonesia yang membawa sentimen agama, di Kantor DPRD Provinsi Sulut, Kamis (16/2/2023).

Menurut Rumopa, setiap demo itu memiliki aturan. Aspirasi-aspirasi harus ditata dan diatur dengan bahasa-bahasa baik karena tidak ada satupun pemerintah yang menolak.

Bacaan Lainnya

Tetapi menurut Rumopa, demonstrasi di DPRD Sulut dari lembaga yang mengatasnamakan rakyat itu yang pada poin ke tujuh menyebutkan “Kami Menghimbau Pemerintah Pusat RI dan Pemerintah Daerah Manado Sulut yang Beragama Islam Supaya Cepat-Cepat Kembali Kejalan Allah SWT. Sebab Terlalu Banyak Berbuat Dosa-dosa Besar di Bumi Ciptaan Allah SWT, Maha Suci Allah dari Persekutuan Orang-orang kafir”.

Menurut Rumopa itu tidak beretika, mengingat poin ke tujuh menggunakan kata “kafir”. Rumopa mengungkapkan setiap agama dalam ajarannya memandang agama lain juga kafir, akan tetapi tidak boleh disampaikan secara luas, biarlah kata “kafir” itu menjadi asumsi internal agama itu.

“Baik umat Muslim melihat juga agama orang lain kafir begitu juga Kristen. Pandangan-pandangan juga melihat orang lain kafir cuma tidak perlu dimuat di butir tujuh. Itu sudah meresahkan dan itu akan memecah suasana-suasana ketentraman kenyamanan,” ungkap Rumopa.

Rumopa juga sangat menyesal tindakan Polda Sulut yang memberi izin demonstrasi dengan spanduk-spanduk yang menggunakan kata-kata sentimen agama tersebut.

“Berharap kiranya Polda dapat menyeleksi karena ada aturan ketika membuat demonstrasi, termasuk spanduk-spanduk. Kita menjaga ketentraman, kerukunan, saling menghargai perbedaan-perbedaan yang ada. Jangan menyinggung agama yang lain, sekalipun itu merupakan ajaran agama masing masing,” jelasnya sesal.

Jangan sampai kata Rumopa, kita digoreng orang luar. Karena ketentraman dan kerukunan di Sulawesi Utara sudah terjaga cukup lama dari tahun 1804, dengan kearifan lokal dan budaya Mapalus.

“Orang kita ini welcome dengan siapa saja,” pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *