MANADO, SULAWESION.COM – Salah satu aspek penting penyelenggaraan pemilu adalah kerangka hukum pemilu atau electoral legal framework. Yaitu semua regulasi atau produk hukum yang mengatur penyelenggaraan pemilu dan menjadi landasan penyelenggaraan untuk setiap tahapan.
Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sebagaimana diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi Undang Undang, memberikan kewenangan membentuk produk hukum kepada KPU, KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota baik dalam bentuk peraturan maupun keputusan.
Produk hukum tersebut, sejatinya sangat vital karena berkaitan dengan upaya mewujudkan salah satu prinsip penyelenggaraan pemilu yaitu berkepastian hukum (legal certainity).
Jajaran penyelenggara KPU pun dituntut untuk memiliki cara pandang yang sama terkait produk hukum tersebut baik dalam proses penyusunan maupun penerapan jelang Pilkada Serentak 27 November mendatang.
Ketua KPU Sulawesi Utara (Sulut) Kenly Poluan pun menegaskan kepada seluruh jajaran di 15 kabupaten/kota untuk memperkuat sekaligus menutup celah kesalahan teknis penyusunan produk hukum.
Hal ini ditegaskan Poluan saat membuka Rapat Koordinasi Penyusunan Produk Hukum, Serta Penguatan Pengelolaan Dokumentasi dan Informasi Hukum Pemilu Serentak 2024 di Novotel Manado Golf Resort and Convention Center, Kamis (22/8).
“Soliditas dan komunikasi di antara pimpinan itu sangat penting dalam meminimalisir kesalahan yang tidak perlu,” tegasnya.
Poluan menjelaskan dalam penyusunan produk hukum, kepastian aspek formil dan legal drafting perumusan norma, harus dipahami oleh seluruh jajaran kabupaten/kota.
Kepastian hukum paling kurang meliputi empat aspek penting. Pertama adalah tidak adanya kekosongan hukum, kedua semua ketentuan atau produk hukum yang ada konsisten satu sama lain atau tidak saling bertentangan, ketiga ketentuan dalam produk hukum yang ada, benar-benar dirumuskan secara jelas dengan tunggal arti atau tidak multi tafsir. Sedangkan aspek yang keempat adalah semua ketentuan dapat dilaksanakan dalam praktek.
Poluan berharap, rakor tersebut dijadikan forum diskusi sekaligus pendalaman untuk meminimalisir masalah penyusunan produk hukum.
“Masalahnya sudah kita tahu, sudah terinventarisir dan mencari jalan keluar terkait kesalahan inventarisasi di setiap kabupaten/kota,” harapnya.