MANADO, SULAWESION– Pria FP (55) asal Kecamatan Lolak, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencabulan terhadap beberapa anak di bawah umur.
Penetapan status hukum FP dituangkan dalam surat ketetapan nomor S.Tap/120/XII/Dit.Resktrimum tentang penetapan tersangka, tertanggal Desember 2022.
Dalam surat penetapan yang diterbitkan Polda Sulut dijelaskan, FP diduga melakukan tindak pidana pencabulan sebagaimana di maksud pada pasal 82 ayat 1 jo pasal 76e nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Penetapan FP sebagai tersangka, sebagai tindak lanjut laporan nomor LP/413/VIII/2022/SULUT/SPKT tertanggal 26 Agustus 2022.
Lewat laporan tersebut, diterbitkan surat perintah penyidikan nomor SP.Sidik/120/X/2022/Dit.Reskrimum, pada tanggal 6 Oktober 2022.
Setelah melewati serangkaian penyidikan, pemeriksaan saksi-saksi dan gelar perkara pada 16 Desember 2022, maka penyidik Dit Reskrimum menetapkan FP sebagai tersangka.
Sebelumnya, dugaan kasus pencabulan itu terungkap atas pengakuan seorang anak yang mendiami salah satu Panti Asuhan yang berada di Kabupaten Bolaang Mongondow.
Sementara pelaku diduga adalah pemilik yayasan yakni FP alias Father, dan dilakukan berkali-kali pada beberapa anak Panti Asuhan.
Selain pelecehan seksual, anak-anak Panti Asuhan itu juga dipekerjakan secara paksa.
Sebut saja Nami (17) menceritakan, kejadian tersebut terjadi tahun 2019 saat usianya masih 14 tahun.
Semenjak ditinggal kedua orangtuanya, Nami dititipkan di Panti Asuhan yang di kelola oleh pasangan suami istri.
“Bulan pertama kita di Panti Asuhan Father so beking pelecehan pa kita.”
“Dia suruh urut, kong pegang tape pala-pala,” kata Nami.
“Torang nda sangka ini moterjadi pa torang pe sudara ini,” sambung sang Bibi yang duduk disamping Nami, saat mengadu di kantor YLBHI-LBH Manado, beberapa waktu lalu.
Pengalaman pahit Itu korban alami dari SMP sampai duduk di bangku kelas 2 SMK.
Modus yang dilakukan terduga pelaku dengan menyuruhnya memijat.
“Kalo nda mo urut pa dia, dia mo suruh torang bekerja kerja berat.”
“Bahkan berapa anak pernah dapa pukul dengan kabel kalo melawan,” kata Nami lagi.
Memasuki SMK, saat Nami semakin dewasa, geliat Father kepadanya semakin menjadi-jadi.
Sambil menyuruhnya memijat, sang Father melucuti pakaian korban hingga telanjang. Ia mulai menyentuh daerah sensitif korban.
“Dia japaksa kita pegang dia pe alat vital, sampe kaluar depe cairan. Satu minggu 3-4 kali dia sebagitu,” ungkap Nami.
Tak tahan mengalami pelecehan terus-menerus, diakhir tahun 2021, hanya bermodal sendal dan pakaian di badan, Nami keluar dari Panti Asuhan.
Di awal bulan Agustus 2022, keluarga Nami di Kabupaten Bolaang Mongondow mengajaknya tinggal di desa.
Sejak saat itu, Bibi dan Pamannya melihat sikap dan tingkalakunya berubah.
Nami sering menyendiri, tatapannya kosong, malas makan.
Sering Bibi menemukan Nami lagi menangis di pojok kamar.
“Tatapannya dapa lia kosong, sering menghayal deng amper tiap hari menangis nda jelas,” kata si Bibi.
Awalnya korban takut dan malu bersuara pada keluarga.
Sampai kemudian di tanggal 16 Agustus, Bibi lagi-lagi melihatnya sedang menagis di kamar.
Lantas, Bibi memanggil Paman dan kerabat yang saat itu ada di rumah, kemudian mereka membujuk korban untuk berterus terang atas apa yang sebenarnya dialami.
“Jujur jo nak, jujur, jangan tako kasyang,” bujuk Bibi.
Dengan bergeling air mata Nami mencurahkan semua yang Ia pendam selama ini.
Sesaat mendengar cerita dari korban, Bibi langsung memeluknya.
“Oh Tuhan Yesus, darah Yesus nda sampe hati kita,” seruh Bibi kala itu.
Korban, Bibi, kerabat lain yang saat itu ada di rumah menangis terseduh-seduh.
Dari keterangan keluarga, kasus ini sudah pernah dilaporkan di kantor polisi, dari tingkat Polsek sampai Polres Bolaang Mongondow, tapi laporan tersebut tidak pernah ditindak lanjuti secara serius.
Korban lainnya Hawa (nama saran), yang tinggal di Panti Asuhan sejak tahun 2014 hingga tahun 2021.
Dari pengakuan Hawa terungkap, nasibnya tidak jauh beda dengan Nami, mereka sama-sama korban pelecehan.
“Kita pernah dia minta urut sampe Father pe pantat,” ucap Hawa sambil merunduk.
Dari pengakuan para korban, diketahui dalam menjalankan aksinya, Father sering meminta beberapa anak perempuan sekaligus memijitnya secara bersamaan.
“Di kamar lengkali ada 2 anak, kong torang dia suruh sama-sama urut kong dia pegang-pegang pa torang.”
“Kalo torang cewe-cewe ja mandi dia minta jangan tutup pintu kong dia ja hoba,” ungkap Hawa.
Sejauh ini ada 7 anak yang mengaku pernah menjadi korban pelecehan seksual Father.
Diketahui, jumlah anak yang tinggal di Panti Asuhan hingga tahun 2021 beriksar 46 anak, dengan mayoritas anak perempuan.
Saat ditanya soal apakah istri Father tahu soal peristiwa anak, kedua korban menyampaikan hal yang tak terduga.
Para korban menegaskan Istri Father tahu segala tindakan yang dilakukan suaminya itu.
Tidak hanya mendiamkan, bahkan korban mengatakan ketika mereka menolak ajakan pelaku, sang suami meminta istrinya untuk membujuk anak-anak agar bisa memijit Father. Dan hal itu diindahkan oleh istri.
Sebagian besar warga desa mengetahui hal ini, tapi enggan dan takut bersuara.
Status Father dan Mother sebagai hamba Tuhan dan merupakan orang berada di kampung itu, menjadi salah satu alasan mereka diam.
Pada Jumat 26 Agustus 2022, pukul 10.00, korban dan keluarga bersama YLBHI-LBH Manado selaku kuasa hukum mendatangi Polda Sulut melaporkan dugaan Kekerasan Seksual dengan terduga pelaku sang Father pemilik Panti Asuhan.
Setelah melewati konseling dan pemeriksaan awal Kanit PPA Polda Sulut, laporan keluarga akhirnya diterima.
“Kami berharap pelaku segera ditahan untuk mempertangungjawabkan segala perbuatannya,” Citra Takudung, kuasa hukum para korban pencabulan. ***