Serap Partisipasi Publik, Bawaslu Sulut Soroti Pasal 71 UU Pilkada

Rakor pembahasan pemasalahan hukum dalam Pasal 71 UU Pilkada di Swissbell Hotel Maleosan Manado, Minggu 8 September 2024. (Foto: Gunawan Pitalau/Bawaslu Sulut)

MANADO, SULAWESION.COM – Badan pengawas pemilihan umum (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) menggelar rapat koordinasi (rakor) pembahasan pemasalahan hukum dalam Pasal 71 Undang Undang Pemilihan Kepala Daerah di Swissbell Hotel Maleosan Manado.

“Ada lima kabupaten kota dan satu kasus di provinsi, potensi masalah pelanggaran ketentuan Pasal 71. Di pasal 71 ayat (2) UU Pilkada mengatakan Gubernur atau Wakil Gubernur Bupati atau Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan pergantian pejabat 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon kecuali mendapat persetujuan atau ijin tertulis dari Mendagri,” jelas Koordinator Divisi (Kordiv) Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Sulut Donny Rumagit saat pembukaan kegiatan pada Minggu malam (8/9/2024).

Bacaan Lainnya

“Menjadi isu hukum, jika pergantian yang dilakukan oleh pejabat kemudian dibatalkan kembali, lantas setelah dibatalkan kemudian meminta ijin kepada kemendagri lalu mengeluarkan ijin, pertanyaannya apakah ini masuk pelanggaran di Pasal 71 atau tidak,” lanjut Donny.

Donny menambahkan, isu lainnya di pasal 71 ini adalah soal petahana yang maju kembali sebagai paslon. Apabila dia melanggar ketentuan dalam pasal 71, maka ada sanksinya.

“Jika terbukti melanggar maka petahana tersebut dibatalkan pencalonannya,” tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Bawaslu Sulut Ardiles Mewoh yang membuka kegiatan saat itu, mengatakan bahwa terkait Pasal 71 ini sudah ada dan diberlakukan sejak Pilkada 2015 hingga terakhir tahun 2020, sehingga bisa dikatakan publik sudah mengetahui soal substansi pasal ini.

Meski demikian lanjut Ardiles, pada Pilkada saat ini ada potensi pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 71 itu.

“Ini cukup memprihatinkan, padahal larangan dalam pasal ini, bisa dibilang sudah diketahui oleh publik karena sudah diberlakukan sejak Pilkada 2015,” kata Mewoh.

“Maka dari itu, sebagai bagian dari menyerap pemahaman masyarakat atau partisipasi publik untuk kita susun dalam upaya pencegahan dan penanganan pelanggaran kita (Bawaslu), hal ini perlu didiskusikan,” jelasnya Ardiles.

Ardiles menegaskan tujuan pasal 71 ini adalah agar pilkada berjalan jujur dan adil, free and fearness election.

“Apabila terjadi pelanggaran maka kita akan proses sesuai peraturan perundang-undangan yang ada, karna tujuan adanya larangan di Pasal 71 ini agar Pilkada berjalan free and fairnes election,” tegasnya.

Kegiatan yang rencananya akan digelar selama tiga hari ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi dan membahas potensi masalah hukum pada pasal 71 sekaligus menginventarisir masalah yang ada, sebagaimana disampaikan oleh Kepala Bagian Penanganan Pelanggaran, Penyelesaian Sengketa Proses dan Hukum (P3SPH) Yenne Janis saat memberikan laporan kegiatan.

Sejumlah narasumber yang akan dihadirkan dalam kegiatan seperti Akademisi Hukum Unsrat Toar Palilingan, Steven Voges, dan Akademisi Hukum dari IAIN Manado Wira Purwadi.

Terundang sebagai peserta dalam kegiatan ini yakni Koordinator Divisi (Kordiv) Hukum, Pencegahan, Parmas dan Humas Bawaslu kabupaten kota, Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Kelompok Pemerhati Hukum, OKP, dan media.

(***)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *