Soal Dugaan Tipidkor Dana Hibah GMIM, Tim Hukum Hein Arina: Kesalahan Administrasi yang Masih Boleh Diperbaiki

Tim Hukum Ketua Sinode GMIM Pdt Hein Arina, Nootje Karamoy SH. (Foto: screenshot video wawancara)

MANADO, SULAWESION.COM – “Kemungkinan besar menurut kami ini kan kesalahan atau pelanggaran-pelanggaran administrasi yang masih boleh diperbaiki,” sebut Tim Hukum Ketua Sinode GMIM Pdt Hein Arina, Nootje Karamoy SH.

Pernyataan itu disebutkan Karamoy saat ditanya awak media usai melayangkan pemberitahuan ke penyidik tindak pidana korupsi (Tipidkor) Polda Sulawesi Utara (Sulut) mengenai ketidakhadiran Arina menjalani proses pemeriksaan lanjutan dugaan tipidkor dana hibah pemprov kepada GMIM pada kurun waktu 2020 sampai 2023 di Mapolda, Senin 14 April 2025.

Bacaan Lainnya

Mengenai status tersangka, Karamoy bilang, kliennya sangat kooperatif dan berjanji untuk mengikuti setiap tahapan dalam proses hukum di Polda Sulut.

Di sisi lain, Karamoy mempertanyakan siapa yang seharusnya bertanggungjawab soal kerugian negara atas kasus dugaan tipidkor dana hibah tersebut yang menyeret kliennya.

“Siapa yang bertanggungjawab dalam perbuatan ini, nah sekarang perbuatan yang mana, saya mau tanya? Kan kerugian negara kata penyidik Rp8,976 sekian dari Rp21,5 miliar,” ujar Karamoy.

Karamoy pun membantah terkait informasi yang saat ini berkembang bahwa legalitas sinode GMIM tidak terdaftar di Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia.

“Dalam catatan sejarah dan kami punya bukti, Indonesia belum merdeka GMIM sudah terdaftar dalam lembaran negara pada tahun 1934 tanggal 30 September. GMIM sudah merdeka, sudah ada, itu alasan kami,” ujar Karamoy lagi.

Dirinya kembali mempertanyakan apabila sinode GMIM secara administratif tidak terdaftar di Kantor Kemenkumham RI, berarti anggaran dana hibah senilai Rp21,5 miliar yang disalurkan oleh Pemprov Sulut merupakan “haram”.

“Nah kalaupun kemudian GMIM dikatakan tidak punya hak untuk menerima itu berarti yang haram, yang ilegal itu Rp21,5 miliar bukan Rp8,9 dan seterusnya. Nah sekarang pertanyaannya siapa yang bertanggungjawab terhadap Rp8,9 ini?,” tanya Karamoy.

“Yang bertanggungjawab adalah mereka yang melakukan perbuatan itu, andai kata itu adalah kesalahan. Tapi semua tersangka lima orang ini kan mengatakan dengan jujur mereka tidak memakai uang satu rupiah pun untuk kepentingan pribadi,” sambungnya.

Terkait penyematan tersangka yang menyeret kliennya, Karamoy tidak menampik akan menunggu proses hukum yang masih berjalan.

“Kita tunggu proses berjalan nanti,” kuncinya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan