Sosialisasi RKUHP di Manado oleh Kemkominfo Ditutup dengan Bentangan Poster Tolak RKUHP 

 

MANADO, SULAWESION.COM – Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI menggelar sosialisasi dan edukasi dalam bentuk Dialog Publik terkait RUU KUHP (Rancangan Undang Undang Kitab Undang Undang Hukum Pidana) di Hotel Four Points Manado dan melalui daring via Aplikasi Zoom, Selasa (20/9).

Bacaan Lainnya

Dialog tersebut menghadirkan tiga nara sumber di antaranya Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI) Prof. Harkristuti Harkrisnowo SH MH PhD, Guru Besar Universitas Negeri Semarang Prof. Dr. R. Benny Riyanto SH MHum CN dan Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Dr. Yenty Garnasih SH MH, serta diikuti para peserta dari pemerintahan, aparat penegak hukum, mahasiswa dan jurnalis.

Sosialisasi ini menjabarkan terkait 15 pasal yang sampai saat ini kontroversi dikalangan para aktivis, LSM, LBH, para jurnalis, dan masyarakat sipil.

Menurut Prof. Dr. R. Benny Riyanto SH MHum CN, KUHP yang dipakai saat ini merupakan produk undang undang kolonial yang harus diubah mengikuti situasi dan kondisi Indonesia yang telah bebas dari jeratan penjajahan.

Beliau juga menambahkan, KUHP yang berlaku di Indonesia berasal dari Belanda dengan nama WvS atau Wetboek van Nederlansch yang kemudian diadopsi menjadi Hukum Nasional melalui Undang Undang Nasional Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Kemudian pada tahun 1958 KUHP diperbaharui yang ditandai dengan didirikannya LPHN (Lembaga Pembinaan Hukum Nasional), setelah itu pada tahun 1963 dilaksanakan Seminar Hukum Nasional Pertama yang menghasilkan berbagai resolusi salah satunya merumuskan KUHP baru yang prosesnya masih berlangsung hingga saat ini.

“Draft RUU konsep pertama terdapat pada tahun 1964 Buku Satu sampai konsep 2015 Buku satu dan dua memiliki 24 draft RUU yang artinya sampai tahun 2020 sudah 59 tahun telah dilakukan pembaharuan hukum pidana. Tercatat sebanyak 13 Menteri/Kehakiman Hukum dan HAM diantaranya Ismail Saleh (1983-1993), Oetojo Oesman (1993-1998), Muladi (Maret 1998-Oktober 1999), Yusril Ihza Mahendra (1999-2001), Baharudin Lopa (Februari-Juni 2001), Marsilam Simanjuntak (Juni-Juli 2001), Mohammad Mahfud M.D (Juli-Agustus 2001), Yusril Ihza Mahendra (Agustus 2001-Oktober 2004), Hamid Awaluddin (Oktober 2004-Mei 2007), Mohammad Andi Mattalatta (Mei 2007-Oktober 2009), Patrialis Akbar (Oktober 2009-Oktober 2011), Amir Syamsudin (Oktober 2011-Oktober 2014) dan Yasonna Hamonangan Laoly (Oktober 2014-2021),” ungkap Riyanto sembari menunjukan slide mengenai sejarah usaha pembaharuan KUHP kepada para peserta dialog.

Sementara itu, Prof. Harkristuti Harkrisnowo SH MH PhD menjelaskan soal RUU KUHP Hukum Adat atau Living Law yang bisa diakui dan diterapkan di masyarakat.

“Perlu ada delik adat, prinsip lainnya tidak melanggar asas hukum formal dan pancasila. Pemerintah daerah nanti merumuskan dalam bentuk Perda, sanksinya tidak boleh lebih berat denda kategori dua senilai Rp 10 Juta,” jelasnya.

Selain itu Harkrisnowo menjabarkan soal RUU KUHP Pidana Mati, Penghinaan Kepada Kepala Negara (Presiden) dan pasal-pasal lainnya yang tengah dipermasalahkan.

Kemudian Dr Yenty Garnasih SH MH membeberkan mengenai keunggulan RUU KUHP Indonesia, yang mana undang undang yang terdapat di dalam draft merupakan produk hukum yang sesuai dengan kondisi bangsa kini.

“RUU KUHP nantinya akan diterapkan tahun ini. Masukan-masukan itu tentu akan dikaji dan akan menjadi bahan pertimbangan,” beber Garnasih.

Sedangkan Divisi Kampanye LBH Manado Henly bersama beberapa kawan-kawan yang terlibat dalam Aliansi Rakyat Sulut Tolak RKUHP memiliki pandangan tersendiri pada dialog yang tengah berlangsung. Hal itu terlihat saat ia mempertanyakan soal pasal-pasal yang dinilai mengancam ruang demokrasi masyarakat sipil, undangan atau keterlibatan masyarakat sipil yang minim, bahkan mereka mengangkat poster bertuliskan #TOLAKRKUHP dan #SEMUABISAKENA di tengah ruangan tersebut.

“Ini tindakan untuk melakukan bagaimana hari ini diskusi yang dilaksanakan oleh Kominfo atau pemerintah perihal meaning full participation tidak dilakukan seluas-luasnya sebagaimana dikatakan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2006. Jadi harus seluas-luasnya misalnya tadi dalam pasal gelandangan. Apakah hari ini para gelandangan diundang? Karena dalam hal ini mereka juga berpotensi untuk dikenakan sanksi pidana,” ungkap Henly saat diwawancarai media selesai dialog.

“Nah tadi oleh ibu Yenty menyampaikan terkait pasal 218 yaitu jelas bagaimana kritik itu harus diberikan dengan solusi, lantas apa kerja pemerintah hari ini? Dan terkait dengan tindak pidana mati kami dari LBH Manado menolak hal ini. Karena dua per tiga negara-negara yang memiliki ratifikasi Hak Asasi Manusia (HAM) sudah meniadakan hukuman mati terhadap pelaku kejahatan. Bahkan hari ini kami menyampaikan bagaimana terkait undang undang menyampaikan pendapat di muka umum yang dimaksud bukan surat pemberitahuan, apakah kepolisian paham atau bisa membedakan terkait apa itu pemberitahuan dan apa itu ijin, karena selama melakukan unjuk rasa kepolisian selalu melakukan tindakan-tindakan represif. Padahal massa aksi sudah memberikan surat pemberitahuan aksi, tetapi ketika di lapangan polisi melakukan tindakan represif. Sehingga terjadilah pembubaran secara paksa, pemukulan dan pengancaman kepada massa aksi. Tetapi dalam RKUHP diatur harus ada pidana jika tidak memberikan surat pemberitahuan sebelumnya,” sambungnya.

Saat dialog usai pun Henly bersama rekan-rekannya melakukan WO (WalkOut) dari daftar hadir peserta.

“Dan kami juga dari LBH Manado bersama rekan melakukan WO dari daftar hadir, jadi sebelum masuk kami diberikan absen dan menulis nama, lalu ketika selesai dan keluar kami mencoret nama kami,” tutup Henly.

Berikut pasal-pasal di RKUHP yang dibahas pada dialog;
1. Pasal 2 dan 601 (Living Law/Hak Masyarakat Adat)
2. Pasal 67 dan 100 (Pidana Mati)
3. Kebebasan Berpendapat
4. Pasal 218 (Penghinaan Presiden)
5. Pasal 252 (Tindak Pidana Menyatakan Diri Memiliki Kekuatan Gaib untuk Mencelakakan Orang Lain)
6. Penghapusan Pasal tentang Dokter/Dokter Gigi yang Menjalankan Pekerjaan tanpa Izin (sudah diatur dalam pasal 76 UU Nomor 29 Tahun 2004)
7. Pasal 277 (Membiarkan Unggas yang Merusak Kebun/Tanah yang Telah Ditaburi Benih)
8. Pasal 280 (Tindak Pidana Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan/Contempt of Court)
9. Penghapusan Tindak Pidana Curang (Ketentuam tersebut dapat diatur dalam UU Sektoral masing-masing)
10. Pasal 302 (Tindak Pidana terhadap Agama/Penodaan Agama)
11. Pasal 340 ayat 1 (Tindak Pidana Penganiayaan Hewan)
12. Pasal 412 (Tindak Pidana Mempertunjukan Alat Pencegah Kehamilan kepada Anak)
13. Pasal 429 (Penggelandangan sebagai Tindak Pidana)
14. Pasal 467 (Aborsi)
15. Ruang Privat Masyarakat terkait Kesusilaan

Noufryadi Sururama I Supardi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *