Sulut Pamerkan Keberhasilan Kendalikan ASF di Konferensi Internasional Bangkok

CREATOR: gd-jpeg v1.0 (using IJG JPEG v62), quality = 82?

 

SULAWESION, BANGKOK — Dalam forum internasional bertajuk African Swine Fever (ASF) Managing with a One Health Lens yang digelar di Bangkok, Thailand, 24–25 November 2025, nama Sulawesi Utara kembali mengemuka. Di hadapan para ahli kesehatan hewan dari berbagai negara Asia, Provinsi Sulut tampil percaya diri membagikan kisah keberhasilannya mengendalikan ASF—sebuah capaian yang dipandang langka dan layak dicontoh.

Bacaan Lainnya

Kadistanak Sulawesi Utara, Nova Pangemanan, yang hadir mewakili Gubernur Mayjen TNI (Purn) Yulius Selvanus, menjadi salah satu pembicara yang menarik perhatian. Dalam forum itu, Nova memaparkan bagaimana Sulut perlahan mengendalikan penyebaran virus ASF sekaligus menstabilkan harga ternak babi, sektor ekonomi yang sangat bergantung pada peternak rakyat.

“Kami sudah melewati masa paling berat. Kini Sulut mampu mengendalikan ASF dan mengatur harga babi tetap stabil,” ujar Nova, yang disambut anggukan para peserta konferensi.

Pencapaian Sulut bukan sekadar klaim. FAO — badan pangan dunia di bawah PBB — ikut mengakui kemajuan daerah ini dalam mengelola wabah ASF. Organisasi tersebut menilai Sulut memiliki model kerja lapangan yang efektif, mulai dari penguatan biosekuriti, pelatihan peternak, hingga kebijakan tanggap cepat di tingkat pemerintah daerah.

Nova menyebutkan, pengakuan itu bukan alasan untuk berpuas diri. “Kami berharap pengalaman ini dapat dibagikan kepada provinsi lain di Indonesia. Tantangan ASF masih ada, dan kita harus saling belajar,” katanya.

Konferensi ASF di Bangkok sendiri dihadiri oleh ahli-ahli ternak dan kesehatan hewan dari Thailand, Vietnam, Filipina, dan sejumlah negara lain di kawasan. Setiap delegasi membawakan strategi penanganan wabah di negara masing-masing. Tema besar pertemuan, yakni One Health, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor—kesehatan hewan, kesehatan manusia, lingkungan—dalam mencegah dan mengendalikan penyakit menular.

Selama dua hari konferensi, para peserta berdiskusi mengenai mekanisme pengawasan penyakit, standar biosekuriti di peternakan, manajemen risiko, hingga teknologi yang mulai dipakai dalam mitigasi ASF. Isu vaksinasi dan kontrol vektor menjadi bahasan yang cukup hangat, mengingat beberapa negara masih berjuang menekan penyebaran virus.

Dari Manado, Gubernur Yulius Selvanus memberikan instruksi tegas kepada Kadistanak Sulut untuk memperkuat kerja sama dengan FAO serta Kementerian Pertanian. Arahan itu berfokus pada peningkatan kapasitas peternak dalam pencegahan penyakit serta pengembangan ekonomi peternakan yang berkelanjutan.

“Kami siap meningkatkan kemampuan peternak babi dalam mengendalikan ASF dan memperkuat kesejahteraan masyarakat,” tegas Nova.

Keberhasilan pengendalian ASF membawa perubahan nyata bagi peternak lokal. Mereka kini lebih disiplin menerapkan biosekuriti, mulai dari sanitasi kandang, pembatasan lalu-lintas hewan, hingga pemantauan kesehatan ternak secara berkala. Meski ASF belum hilang sepenuhnya, para peternak di Sulut dinilai jauh lebih siap menghadapi risiko dari tahun-tahun sebelumnya.

Keberhasilan ini juga membuka peluang lain—khususnya di sektor pariwisata dan kuliner. Dengan situasi ternak yang lebih terkendali, Sulut optimistis menyambut kembali wisatawan dari Tiongkok dan negara tetangga. Hidangan khas seperti ragey, sate babi, dan berbagai menu berbasis daging babi kembali menjadi daya tarik yang ingin dipromosikan sebagai bagian dari wisata gastronomi daerah.

Dengan pijakan yang lebih kuat di sektor peternakan serta peluang ekonomi yang mulai pulih, kehadiran delegasi Sulut di konferensi internasional tersebut bukan hanya sekadar berbagi cerita, tetapi juga memperlihatkan bahwa daerah ini siap melangkah lebih jauh menghadapi tantangan global kesehatan hewan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan