MAROS,SULAWESION.COM – Abdul Haris (40), seorang guru di Pondok Pesantren Hj Haniah, Maros, Sulawesi Selatan, membantah keras tuduhan pencabulan terhadap 20 santriwati. Melalui kuasa hukumnya, Udi Minzathu, Abdul Haris menyatakan bahwa tuduhan tersebut tidak memiliki dasar yang kuat.
“Kami ingin meluruskan bahwa tuduhan terhadap klien kami tidak benar. Apa yang dilakukan beliau adalah bagian dari tugas mendidik dan sama sekali tidak mengarah pada tindakan pencabulan,” kata Udi saat menggelar konferensi pers di Warkop Daeng Te’ne Turikale Maros, Selasa (10/12/2024).
Menurut Udi, insiden yang menjadi dasar tuduhan tersebut terjadi saat Abdul Haris mengambil kembali ponsel yang dipinjamkan kepada salah satu santri untuk menghubungi orang tua.
Ponsel tersebut diduga disalahgunakan untuk bermain media sosial, dan dalam proses pengambilannya, tangan Abdul Haris secara tidak sengaja menyentuh bagian tubuh santri tersebut.
“Ini murni ketidaksengajaan, bukan tindakan pelecehan, dan kejadian itu berlangsung di dalam kelas yang disaksikan oleh santri lainnya,” jelasnya.
Udi juga menjelaskan bahwa Abdul Haris kerap memberikan teguran seperti mencubit santri yang gagal menyelesaikan hafalan, namun hal tersebut dilakukan secara terbuka di hadapan para santri lainnya, bukan di ruang tertutup.
Lebih lanjut, Udi mempertanyakan klaim adanya 20 korban dalam kasus ini.
“Di kepolisian hanya enam santri yang diperiksa. Klaim soal 20 korban tidak berdasar,” tegasnya.
Meski membantah tuduhan, pihak Abdul Haris tetap menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Maros, khususnya para wali santri.
“Kami mewakili keluarga besar Abdul Haris, memohon maaf sebesar-besarnya kepada seluruh warga Maros, terkhusus kepada para orang tua santri, atas keresahan yang timbul akibat pemberitaan ini,” ujar Udi.
Sementara itu, pimpinan pondok pesantren, Muhammad Arif, memastikan pihaknya telah memecat Abdul Haris dan menyerahkan kasus ini kepada proses hukum.
“Kami sangat menyesalkan kejadian ini dan sudah mengambil langkah tegas. Ke depan, sistem pengajaran akan diubah, termasuk membatasi interaksi langsung antara guru laki-laki dan santriwati,” ujar Arif.
Kasus ini mencuat setelah seorang wali santri melaporkan Abdul Haris pada 2 Desember 2024. Saat ini, Abdul Haris telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Polres Maros.(*)