MAROS,SULAWESION.COM- Sejumlah pedagang yang beroperasi di Pantai Tak Berombak (PTB) mengungkapkan ketidakpuasan mereka terkait pengaturan lalu lintas dan parkir yang baru-baru ini diterapkan.
Kebijakan ini mewajibkan penutupan akses jalan PTB pada setiap malam Sabtu dan Minggu sejak tanggal 21 Oktober 2023. Pedagang yang menjalankan usaha kuliner di kawasan ini merasaberdampak langsung pada pendapatan mereka.
Kebijakan tersebut dikeluarkan oleh Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disparpora), yang kemudian menimbulkan ketegangan antara pedagang dan petugas, terutama Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Dinas Perhubungan (Dishub) pada Sabtu, 28 Oktober 2023 malam.
Kericuhan dimulai ketika pedagang membuka jalan yang telah ditutup oleh petugas, memicu adu mulut dan dorongan antara kedua pihak. Para pedagang merasa tidak pernah diinformasikan mengenai kebijakan tersebut sebelumnya.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Persaudaraan Peradilan Masyarakat Indonesia (LBH-PPMI), Ilham Tammam angkat suara terkait polemik tersebut. Ia mengungkapkan beberapa poin penting yang perlu dicatat. Pertama, kebijakan ini tidak pernah disosialisasikan kepada pedagang sehingga mereka merasa dirugikan.
Para Pedagang PTB melaporkan penurunan pendapatan hingga dua kali lipat sejak kebijakan ini diterapkan, dengan beberapa pedagang melaporkan hanya ada empat pembeli saat kebijakan tersebut diberlakukan.
“Tentunya ini perlu melalui sosialisasi terlebih dahulu, apalagi menyangkut soal nasib pedagang yang mengalami penurunan pendapatan.” Pedagang juga tidak setuju dengan penutupan jalan yang dijadwalkan setiap Sabtu malam dan Minggu malam,” ujarnya, Minggu (29/10/2023).
Kebijakan ini diterapkan sebagai respons terhadap keluhan warga tentang kemacetan akibat parkir sembarangan di PTB yang diberitakan dalam media online. Ilham Tammam mengomentari bahwa kemacetan adalah hal yang wajar di kawasan kuliner, dan menutup akses jalan bukan solusi yang efektif.
Ilham Tammam mengusulkan beberapa solusi yang perlu dipertimbangkan. Pertama, disarankan untuk melakukan sosialisasi yang lebih baik agar dapat mengatur lalu lintas dengan lebih efisien dan mengurangi kemacetan.
“Kedua, dalam proses sosialisasi, pihak berwenang harus mendengarkan pendapat pedagang agar kebijakan yang diterapkan tidak merugikan mereka. Ketiga, lahan parkir yang tersedia seperti Anjungan PTB dan lahan Bank Sulserbar di selatan serta lahan parkir terminal lama dan area parkir MPP di utara dapat dimanfaatkan sebagai alternatif agar pedagang tidak merasa dirugikan,”ungkapnya.
Sementara itu,Anggota Dewan Konsultasi LBH-PPMI, Ervan Prakasa DP, menambahkan bahwa pemerintah daerah, termasuk Dinas Perhubungan dan instansi terkait, harus melakukan analisis dampak lalu lintas (Amdalalin) untuk menciptakan arus lalu lintas yang nyaman, keteraturan di area parkir, dan keamanan bagi pengendara.
“Hal ini jauh lebih penting daripada hanya menutup jalan atau sistem drop out yang dapat mengakibatkan pengendara parkir sembarangan di bahu jalan, mengganggu arus lalu lintas, dan memengaruhi pendapatan pedagang. Ervan menegaskan bahwa ini bukanlah solusi yang tepat,” katanya.