MAROS,SULAWESION.COM– Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar oleh DPRD Maros bersama Celebes Law and Transparency (CLAT) berlangsung alot. Rapat tersebut membahas kualitas pelayanan air di PDAM Tirta Bantimurung Maros, yang mendapat banyak keluhan dari masyarakat.
Direktur Utama PDAM Maros, Muh Salahuddin, yang hadir bersama sejumlah petinggi perusahaan, menerima berbagai pertanyaan tajam dari anggota DPRD Maros dan CLAT terkait kondisi PDAM saat ini.
Salahuddin mengungkapkan bahwa PDAM Maros tengah menghadapi ancaman kebangkrutan akibat penurunan pendapatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
“Tahun 2020, laba PDAM masih Rp 2 miliar, kemudian turun menjadi Rp 1,6 miliar di tahun 2021. Pada 2022 kembali merosot menjadi Rp 424 juta, dan di 2023 hanya tersisa Rp 132 juta,” jelasnya.
Menurut Salahuddin, penyebab utama penurunan laba adalah tingginya biaya produksi, sementara tarif air tidak pernah mengalami kenaikan sejak 2009, yang saat ini masih Rp 2.700 per meter kubik.
Untuk menanggulangi hal ini, PDAM dan pemerintah daerah berencana menaikkan tarif secara bertahap mulai 2025, mengacu pada Surat Keputusan Gubernur Sulsel. Tarif baru berkisar antara Rp 4.400 hingga Rp 12.000 per meter kubik.
“Meski sudah ada penyesuaian tarif, harga jual kami masih lebih rendah dibandingkan biaya produksi. Biaya produksi per meter kubik Rp 4.900, sedangkan harga jualnya hanya Rp 4.500, sehingga ada selisih kerugian Rp 400 yang harus kami tanggung,” tambahnya.
Terkait keluhan pelanggan mengenai suplai air yang sering terhenti, Salahuddin menjelaskan bahwa hal ini disebabkan oleh kapasitas pompa yang belum mampu menjangkau seluruh pelanggan, terutama saat pemakaian puncak.
Sementara itu, mengenai kualitas air yang sering keruh dan berbau, Salahuddin menyebutkan bahwa faktor hujan di hulu sungai menyebabkan air baku menjadi lebih berlumpur. Meski sudah melalui proses pengolahan, lumpur terkadang tetap masuk ke penampungan.
Sebagai solusi, PDAM telah menyiapkan beberapa saluran pembuangan untuk membersihkan air keruh yang mengendap di pipa.
Ketua Bidang Advokasi CLAT, Fahmi Sofyan, menegaskan bahwa pelanggan PDAM tidak akan mempermasalahkan kenaikan tarif jika diikuti dengan peningkatan kualitas layanan.
“Kalau layanan membaik sebanding dengan kenaikan tarif, tentu pelanggan tidak akan keberatan. Masalahnya, PDAM belum bisa menjamin peningkatan pelayanan dengan adanya tarif baru,” ujarnya.
Anggota DPRD Maros, Amri Yusuf, juga mengkritik PDAM yang dinilai tidak profesional dalam memberikan layanan. Ia menyoroti kebiasaan PDAM mematikan suplai air tanpa pemberitahuan kepada pelanggan, serta gangguan kualitas air akibat perbaikan teknis.
“Kalau ada pemadaman air, harusnya diinformasikan sebelumnya agar pelanggan bisa bersiap. Jangan sampai masyarakat dirugikan tanpa pemberitahuan yang jelas,” tegasnya.
RDP ini diharapkan dapat menghasilkan solusi konkret bagi perbaikan layanan PDAM Maros, sehingga masyarakat mendapatkan akses air bersih yang lebih baik.(*)