MANADO, SULAWESION.COM – Refleksi perayaan ke 17 Tahun Aksi Kamisan untuk menuntut negara agar secepatnya menuntaskan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan segera mengusut para terduga pelaku ke meja hijau terus digaungkan sampai hari ini.
Aksi kamisan meminta pertanggungjawaban negara untuk menjerat para terduga pelaku pelanggaran HAM baik di masa lalu maupun yang terjadi di setiap aksi demonstrasi mahasiswa.
Dalam refleksi ke 17 tahun, Aksi Kamisan yang berkolaborasi dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI-LBH) Manado dan Tou Weru kembali memantik konsistensi pergerakan di Sulawesi Utara sekaligus membakar semangat militan dalam meneruskan tradisi aksi progresif.
Bertempat di Auditorium Unsrat Manado, Kamis (18/1/2024), sejumlah elemen gerakan masyarakat sipil, individu dan mahasiswa merefleksikan 17 tahun aksi kamisan melalui diskusi, musikalisasi puisi dan nonton bareng yang mengusung tema “Orang Silih Berganti, Kamisan Tetap Berdiri”.
Ketua BEM Unsrat Manado Jonathan Sompie mengatakan di kepengurusannya kali ini ia kembali menumbuhkembangkan kecintaan pergerakan sebagaimana nilai-nilai yang seharusnya dimiliki mahasiswa.
“Pada kepengurusan kali ini BEM Unsrat ingin menumbuhkan kembali rasa kecintaan pergerakan mahasiswa kepada mahasiswa-mahasiswa yang ada. Jadi sekiranya kegiatan refleksi ini, kegiatan peringatan aksi kamisan yang ke 17 menjadi awal bagi kawan-kawan mahasiswa Unsrat agar terpantik lagi dengan jiwa-jiwa gerakan yang ada yang menjadi nilai-nilai yang seharusnya dimiliki mahasiswa,” kata Jonathan.
Menurut Jonathan keterlibatan BEM Unsrat Manado pada refleksi ke 17 tahun kamisan murni kesadaran dan tanpa adanya intervensi dari pihak manapun.
Apalagi sering disandingkan terkait aksi bagi-bagi selebaran yang sempat viral beberapa waktu lalu dan dinilai dipolitisir menjelang pemilu.
“Menurut saya karena aksi kamisan khas dan sering menggaungkan hak asasi manusia jadi mungkin sering dihubung-hubungkan, tapi sifat murni dari aksi kamisan itu sendiri tidak ditunggangi,” tutur Jonathan.
“Jadi aksi yang kemarin sempat viral juga saya lihat tidak diikuti ataupun dibersamai kawan-kawan gerakan. Aksi-aksi itu seperti menumbuhkan paradigma masyarakat bahwa isu HAM itu hanya diangkat 5 tahun sekali. Padahal aksi kamisan setiap hari kamis mengangkat isu-isu HAM yang menjadi problematika di bangsa dan negara kita ini,” sambung Mahasiswa Fakultas Hukum semester 7 ini.
Intervensi Pihak Kampus
Refleksi ke 17 tahun aksi kamisan yang dilaksanakan di Auditorium ternyata mendapat respon positif oleh pihak Universitas Sam Ratulangi Manado.
Jonathan membeberkan bahwa pihak kampus memfasilitasi mahasiswanya melaksanakan agenda refleksi ke 17 tahun aksi kamisan.
“Sejauh ini melihat dari sportifnya kampus dengan kegiatan refleksi ulang tahun aksi kamisan yang ke 17, apresiasi bagi kampus kali ini karena sudah memfasilitasi mahasiswa untuk dapat merefleksikan 17 tahunnya perjuangan pergerakan di aksi kamisan. Jadi kali ini kampus memiliki standing (kedudukan) yang pro mahasiswa dan mungkin ingin menemukan kembali gerakan-gerakan organik yang dari dulunya ada pada mahasiswa,” bebernya.
Henly Rahman mewakili Aksi Kamisan Manado menjelaskan refleksi ke 17 tahun sebagai bentuk peringatan dan juga bentuk kesadaran kawan-kawan pergerakan yang masih konsisten dalam gerakan kemanusiaan.
“Jadi 17 tahun ini aksi kamisan diperingati dengan berbagi aksi refleksi. Kurang lebih ada sekitar 17 titik pada hari ini dilaksanakan aksi kamisan dari Jakarta sampai Ternate dan Sulut juga ada,” jelas Henly.
Selama 17 tahun kamisan, terang Henly, sudah melakukan 800 kali aksi di depan Istana Negara, Jakarta. di Sulawesi Utara sendiri khususnya Kota Manado kini memasuki 4 tahun dan sudah melaksanakan aksi sebanyak 60 kali.
“Yang kami laksanakan hari ini bukan juga sebagai acara perayaan akan tetapi ini sebagai bentuk keteguhan 17 tahun kamisan di Jakarta itu, bahkan di Sulawesi Utara sendiri aksi kamisan itu tahun ini akan masuk usia ke 4 tahun dan hari ini aksi kamisan di Manado sudah aksi ke 60. Jadi ada aksi turun di jalan mengkampanyekan isu HAM dan juga melakukan diskusi dan berbagai macam refleksi lainnya,” terangnya.
Terkait kolaborasi dengan BEM Unsrat Manado, tidak ada keterkaitan isu yang beredar soal adanya salah satu poster bertebaran terkait paslon, sebab aksi kamisan bukan cuma bicara soal 5 tahunan. Konsistensi kamisan merupakan aksi yang sadar akan HAM dan berpihak pada korban.
Henly menegaskan kamisan tidak pernah melibatkan diri dalam aksi janji-janji politik atau kampanye paslon menjelang pemilu.
“Apalagi momentum seperti ini kami secara tegas aksi kamisan Manado menyatakan tidak pernah terlibat dalam aksi tersebut,” tegasnya.
Selama 4 tahun berjalan, aksi kamisan Manado kerap berdiri pada hari Kamis sejak pukul 15.00-18.00 Wita di Tugu Zero Point, memakai dresscode serba hitam, payung dan baliho berisikan tuntutan penuntasan kasus pelanggaran HAM.
Isu pelanggaran HAM di Sulawesi Utara pun bervariasi, seperti konflik agraria yang menggusur ruang hidup masyarakat, reklamasi, pertambangan dan sejumlah proyek pemerintah yang hanya berpihak kepada korporat. Dimana aktor utama kasus pelanggaran HAM adalah aparat kepolisian.
“Kalau untuk isu HAM yang beredar di Sulawesi Utara itu terutama soal kekerasan aparat. Yang dimana kebebasan berekspresi teman-teman mahasiswa dan masyarakat sipil yang menyampaikan kritik, pendapat itu seringkali atau melakukan aksi demonstrasi itu akhirnya berujung pada represifitas,” ujar Henly.
Selain kepolisian, maraknya perampasan ruang hidup di Sulawesi Utara turut disokong oleh pemerintah. Henly mengungkapkan peristiwa 7 November 2022 di Desa Kalasey Dua, Kecamatan Mandolang, Kabupaten Minahasa murni pelanggaran HAM, namun hal ini berbanding terbalik dengan hasil temuan KomnasHAM.
“Akan tetapi Komnas HAM sendiri tidak menyatakan sebagai pelanggaran HAM karena menurut catatan teman-teman LBH itu kurang lebih ada sekitar 7 hak yang dilanggar oleh pemerintah provinsi yakni ada gubernur, Kemenparekraf dan juga aparat kepolisian sebagaimana yang dilakukan pada tanggal 7. Nah itu yang akan menjadi isu di kamisan Manado terkait dengan pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi, berpendapat dan berkumpul, yang dimana polisi melakukan represifitas juga pelanggaran hak-hak ruang hidup rakyat. Dimana di Kalasey, di Sangihe atau di Kelelondey bahkan hari ini juga masyarakat pesisir itu akan kena dampak terkait hak mereka,” ungkapnya.
Di tempat yang sama, Divisi Ekonomi Sosial Budaya LBH Manado Sukardi Lumalente mengutarakan pendapat yang sama, jika konsistensi aksi kamisan Manado dalam menyuarakan kasus pelanggaran HAM tidak luput daripada isu-isu nasional maupun lokal.
Menurut Sukardi isu-isu lokal yang terjadi di Sulawesi Utara ada beberapa kasus yang memiliki pelanggaran HAM misalnya di Kalasey, Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Makalisung.
Sukardi berharap keterlibatan BEM Unsrat Manado untuk menyuarakan kasus pelanggaran ham bukan sekadar momentum.
“Kami berharap BEM ini terus berlanjut atau melakukan progres dalam setiap gerakan aksi kamisan yang melibatkan BEM Unsrat bukan hal soal momentual politik di tahun ini. Semoga teman-teman BEM itu dapat sebijak-bijaknya menyatakan sikapnya tidak terlibat dalam politik praktis apalagi dengan melakukan kegiatan ini,” harapnya.
Diketahui aksi kamisan merupakan aksi demonstrasi damai yang dimulai sejak tahun 2007 di Istana Negara, Jakarta, untuk menuntut upaya keadilan bagi para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu di Indonesia. Aksi ini diinisiasi oleh para korban maupun keluarga korban pelanggaran HAM dan masyarakat umum.