BLORA, SULAWESION.COM – Suasana haru dan penuh makna menyelimuti padepokan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Ranting Banjarejo, Cabang Blora–Pusat Madiun, Jumat malam (4/7/2025). Sebanyak 50 calon warga menggelar tradisi sungkeman menjelang prosesi pengesahan yang akan digelar pada 15 Juli 2025 mendatang.
Kegiatan ini menjadi momen sakral dan emosional, ketika para calon pendekar bersimpuh di hadapan orang tua mereka, memohon maaf dan restu atas perjalanan spiritual dan moral yang akan mereka tempuh sebagai bagian dari keluarga besar SH Terate. Tak sedikit dari mereka yang menitikkan air mata dalam prosesi yang sarat nilai kebudayaan ini.
Ketua SH Terate Ranting Banjarejo, Supriedi, menyampaikan apresiasinya terhadap penyelenggaraan kegiatan yang menurutnya harus terus dilestarikan. Tradisi ini, kata dia, bukan sekadar seremoni menjelang pengesahan, melainkan refleksi dari karakter pendekar sejati yang menjunjung tinggi adab dan nilai kekeluargaan.
“Saya berharap tradisi sungkeman ini bisa dijadikan agenda tahunan, karena di sinilah pendidikan karakter itu bermula. Kita ingin melahirkan pendekar yang tidak hanya tangguh secara fisik, tapi juga halus budi dan menjunjung nilai-nilai budaya,” ujar Supriedi yang juga anggota DPRD Kabupaten Blora.
Kegiatan ini tidak hanya melibatkan para calon warga dan orang tua mereka, tetapi juga turut dihadiri oleh para sesepuh dan pengurus organisasi, yang memberikan wejangan serta doa agar para calon pendekar siap secara lahir dan batin.
Wartoyo, sesepuh SH Terate Ranting Banjarejo, berharap sungkeman dapat menjadi titik balik bagi para peserta untuk menumbuhkan kesadaran moral, empati, serta rasa tanggung jawab.
“Menjadi pendekar bukan hanya tentang jurus dan kekuatan. Tapi soal kedewasaan dalam bersikap, peka terhadap lingkungan, dan tahu benar serta salah. Hormat kepada orang tua adalah pintu pertama menuju kemuliaan seorang pendekar,” ungkapnya.
Sementara itu, Keluk Pristiwahana, Wiro Anom SH Terate Cabang Blora, menegaskan pentingnya sikap saling menghormati antaranggota dalam organisasi maupun di tengah masyarakat. Menurutnya, pendekar sejati adalah mereka yang mampu merawat harmoni dalam kehidupan sosial.
“Saya ingin adik-adik calon warga menghayati bahwa SH Terate bukan sekadar organisasi silat. Ini adalah keluarga besar yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Saling menghargai adalah dasar dari jiwa seorang pendekar,” tegas Keluk.
Sungkeman merupakan salah satu tradisi adat Jawa yang sarat makna. Prosesi ini dilakukan sebagai bentuk permohonan maaf dan penghormatan dari anak kepada orang tua atau tokoh yang dihormati, serta sebagai simbol permintaan restu sebelum melangkah ke fase kehidupan yang baru.
Dalam konteks PSHT, tradisi ini menjadi bentuk internalisasi nilai-nilai luhur, seperti rendah hati, bakti kepada orang tua, serta kesadaran akan pentingnya moral dan spiritual dalam membentuk jati diri seorang pendekar.
Tradisi sungkeman yang dihidupkan kembali oleh Ranting Banjarejo ini mencerminkan upaya pelestarian budaya yang berpadu dengan pembentukan karakter generasi muda. Di tengah arus modernisasi, PSHT menempatkan warisan budaya sebagai fondasi dalam melahirkan pendekar yang tidak hanya kuat di gelanggang, tetapi juga bijak dalam kehidupan sosial.
Dengan terus merawat akar budayanya, SH Terate membuktikan bahwa pencak silat bukan hanya warisan bela diri, melainkan juga sarana pendidikan karakter yang membentuk manusia-manusia tangguh, santun, dan berjiwa ksatria di tengah masyarakat.