JAKARTA,SULAWESION.COM – Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri mengungkap skandal besar di sektor pangan nasional. Sebanyak 132,65 ton beras kemasan premium produksi PT Food Station (FS) disita setelah terbukti tidak memenuhi standar mutu yang ditetapkan pemerintah. Penyitaan dilakukan dari dua lokasi berbeda, yaitu gudang di Cipinang, Jakarta Timur, dan Subang, Jawa Barat.
Kasatgas Pangan Polri, Brigjen Pol. Helfi Assegaf, S.I.K., M.H., menjelaskan bahwa penyitaan mencakup 127,3 ton beras kemasan 5 kilogram dan 5,35 ton beras kemasan 2,5 kilogram. Beras tersebut dipasarkan dengan berbagai merek premium, antara lain Setra Ramos Biru, Setra Ramos Merah, Setra Pulen, dan Setra Wangi.
“Berdasarkan pemeriksaan, kami menemukan adanya upaya sistematis untuk memanipulasi kadar beras patah sehingga seolah-olah memenuhi standar beras premium. Ini jelas merugikan konsumen,” tegas Brigjen Helfi dalam konferensi pers, Senin (5/8).
Selain barang bukti beras, penyidik juga mengamankan sejumlah dokumen internal perusahaan, termasuk notulen rapat yang berisi instruksi manipulasi mutu produk. Fakta ini menguatkan dugaan adanya praktik curang yang terencana dan melibatkan jajaran manajemen.
Hasil penyelidikan menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu Direktur Utama PT FS berinisial KG, Direktur Operasional RL, dan Kepala Seksi Quality Control RP. Ketiganya dijerat dengan Pasal 62 juncto Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta Pasal 3, 4, dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Ancaman hukuman yang menanti mereka mencapai 20 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyangkut bahan pangan pokok yang dikonsumsi jutaan masyarakat. Polri menegaskan akan terus memperketat pengawasan terhadap distribusi dan mutu beras di seluruh Indonesia. “Kami tidak akan segan menindak tegas siapa pun yang mencoba merusak kepercayaan publik dan merugikan masyarakat,” tambah Brigjen Helfi.
Pengungkapan kasus ini diharapkan menjadi peringatan keras bagi pelaku industri pangan agar mengutamakan kualitas dan kepatuhan terhadap regulasi demi melindungi hak konsumen serta menjaga stabilitas pangan nasional.







