BLORA,SULAWESION.COM — Pemerintah Kabupaten Blora mengintensifkan Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (GIRIJ) sebagai langkah preventif menghadapi ancaman Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terus menghantui wilayah tersebut, terutama menjelang musim penghujan.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Daerah Blora, Prih Hartanto, menyebutkan bahwa hingga April 2025, jumlah kasus DBD tercatat mencapai 90 kasus. Meski jauh menurun dibandingkan Desember 2024 yang mencatat 267 kasus, potensi lonjakan tetap mengintai.
“Kami tidak ingin kecolongan. Justru saat kasus rendah seperti inilah waktu yang tepat untuk memperkuat ketahanan lingkungan dari sarang nyamuk,” ujar Hartanto saat sosialisasi GIRIJ di Pendopo Kecamatan Randublatung, Selasa 10 Juni 2025.
GIRIJ, program berbasis partisipasi masyarakat ini, mendorong setiap rumah memiliki satu kader Juru Pemantau Jentik (Jumantik) yang secara rutin melaporkan hasil pemantauan ke tingkat desa dan puskesmas.
“Nyamuk Aedes aegypti sangat sulit diberantas saat sudah dewasa. Karena itu, kami fokus ke fase jentik. Pemberantasan lebih efektif jika dilakukan sejak dini di dalam rumah masing-masing,” tegas Hartanto.
Ia juga mengingatkan metode fogging bukanlah solusi utama. Fogging hanya dilakukan jika angka bebas jentik sudah di atas 95 persen namun kasus DBD masih ditemukan.
“Fogging adalah opsi terakhir. Selain tidak ramah lingkungan, penggunaannya harus berbasis data epidemiologis, bukan sekadar permintaan warga,” tambahnya.
Menurutnya, edukasi menjadi kunci. Melalui GIRIJ, Dinkesda Blora telah menyasar 10 kecamatan dan akan terus memperluas cakupan wilayah.
Di Kecamatan Randublatung sendiri, hingga April hanya terdapat lima kasus DBD. Kabar baiknya, tidak ada laporan kematian akibat penyakit tersebut di Blora tahun ini.
“Kami ingin warga tidak sekadar menjadi objek, tapi pelaku utama dalam menjaga kesehatan lingkungan. Dengan kolaborasi ini, kami yakin Blora bisa bebas dari DBD,” pungkas Hartanto.