BPBD Akui Minut Pernah Jadi Korban Deforestasi Hutan, Belasan Rumah di Desa Klabat Hancur

Diskusi publik tentang 'Menjaga Hutan Sulut dari Ancaman Deforestasi', yang digelar The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) Simpul Sulawesi Utara di JG Center Jl Ir Soekarno Kabupaten Minahasa Utara, Senin 3 Juni 2024. (Foto: SIEJ Simpul Sulut)

MINUT, SULAWESION.COM – Deforestasi hutan menjadi hal yang patut diwaspadai oleh semua pihak. Perusakan hutan menjadi lahan terbuka, sangat berbahaya karena bisa berdampak pada kelangsungan hidup manusia.

Kabupaten Minahasa Utara (Minut), Sulawesi Utara menjadi salah satu korban dari kejamnya dampak deforestasi hutan itu. Desa Klabat Kecamatan Dimembe Minut, pada April 2023 pernah dilanda banjir bandang yang diduga kuat akibat aktifitas ilegal logging di hutan Gunung Klabat.

Bacaan Lainnya

Akibatnya, puluhan rumah terendam material banjir bandang. Beruntung tak ada korban jiwa.
Hal itu diungkap langsung Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Minut Theodorus Lumingkewas ketika mewakili Bupati Minahasa Utara Joune Ganda dalam diskusi publik tentang ‘Menjaga Hutan Sulut dari Ancaman Deforestasi’, yang digelar The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) Simpul Sulawesi Utara, Senin (3/6/2024) di JG Center Jl Ir Soekarno Kabupaten Minahasa Utara.

Diskusi tersebut dirangkaikan dengan diseminasi liputan kolaborasi dari Depati Project yang melibatkan enam media yaitu CNN Indonesia TV, Betahita.id, Pontianak Post, Mongabay Indonesia, Ekuatorial.com dan Jaring.id.

Lumingkewas menjelaskan banjir bandang terjadi lima tahun setelah bencana kebakaran hutan di tahun 2018. Kemudian dalam proses pembersihan material banjir, didapati banyak sekali batang pohon diduga praktek pembalakan hutan.

“Ada beberapa faktor yang menjelaskan terkait dengan permasalahan banjir bandang di Minahasa Utara seperti faktor curah hujan tinggi, air pasang laut, sedimentasi di muara juga faktor kesadaran manusia dalam menjaga hutan dan mengolah sampah. Penebangan hutan menyebabkan kurangnya resapan air serta hindari pembangunan pembangunan di bantaran sungai,” jelasnya.

Usai musibah tersebut, butuh waktu bagi pemerintah dan masyarakat untuk melakukan pembersihan dan perbaikan infrastruktur publik serta rumah tinggal. Belum lagi dengan rusaknya lahan pertanian usai disapu banjir.

“Berbagai upaya dilakukan pemerintah. Kami juga menggelar BPBD Go to School, mengajarkan anak-anak agar lebih peka terhadap lingkungan, mengajarkan agroforestri, reboisasi, penghijauan dan penghijauan lingkungan. Rencananya pada bulan Juli nanti akan melaksanakan kegiatan, penanaman 30.000 bibit pohon,” tuturnya.

Usai diskusi, seluruh peserta nonton bersama hasil liputan indepth news CNN Indonesia TV “Penjagal Hutan Kalimantan”, yang merupakan hasil liputan investigasi kolaborasi enam media dukungan SIEJ lewat program Depati Project di Hutan Borneo, Kalimantan Barat.

Film dokumenter tersebut menggambarkan persoalan deforestasi yang masif terjadi.
Salah satu Perusahaan yang diduga kuat terafiliasi dengan Royal Golden Eagle (RGE) Group yaitu PT Mayawana Persada telah melakukan deforestasi untuk konversi ke kebun kayu seluas 55 ribu hektar.

Perusahaan bernama PT Mayawana Persada, salah satu perusahaan pemegang konsensi HTI yang paling masif menggerus hutan. Praktik deforestasi tersebut tercatat terjadi selama kurun waktu 2015-2022. Yang lebih memprihatinkan, PT Mayawana Persada melakukan penggundulan hutan di Bukit Sabar Subu, bukit sakral bagi masyarakat adat Dayak Kualan Hilir—Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.

Koordinator SIEJ Simpul Sulawesi Utara Finda Muhtar mengatakan diseminasi dan diskusi publik yang digelar merupakan upaya bersama dalam menjaga hutan dari dampak kerusakannya.

Kata Finda, apa yang terjadi di Borneo, jelas menjadi tolak ukur seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah dan pihak swasta di Sulawesi Utara untuk menjaga kelangsungan hidup masyarakat.

Selain BPBD juga menghadirkan narasumber diantaranya Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jemmy Ringkuangan, Akademisi dan Pakar Geospasial Agus Budiarto, Koordinator Edukasi Program Selamatkan Yaki Purnama Nainggolan dan Jurnalis Kolaborator Themmy Doaly (ekuatorial.com) serta dimoderatori Koordinator SIEJ Simpul Sulawesi Utara Finda Muhtar.

 

(***)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *