JATENG, SULAWESION.COM – Di bawah langit senja yang membelai Alun-Alun Lasem, suara tawa anak-anak bersahutan dengan denting sendok dan gelas plastik. Di antara lapak-lapak sederhana yang dulunya dianggap remeh, kini lahir sebuah peristiwa penting yang bisa mengubah peta ekonomi lokal.
Paguyuban Pedagang Kreatif Alun-Alun Lasem (PKAAL), komunitas yang beranggotakan para pelaku usaha kecil di jantung kota tua Lasem, resmi menyatakan komitmen mereka, Minggu (1/6/2025), untuk mulai menyetor pajak secara rutin kepada Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Rembang mulai 1 Juli 2025.
Bukan sekadar pengumuman administratif. Ini adalah titik balik.
“Mulai bulan Juli nanti, kami akan menyetor pajak setiap bulan. Ini bentuk tanggung jawab kami sebagai pelaku ekonomi lokal,” ujar Mustofa, Ketua PKAAL, dengan mata yang tak bisa menyembunyikan kobaran keyakinan.
Langkah ini, yang mungkin terdengar biasa di pusat-pusat bisnis besar, justru menjadi monumental di kawasan yang selama ini mengandalkan gotong-royong dan budaya warisan untuk bertahan. Di sinilah sejarah baru ditulis oleh tangan-tangan kecil yang selama ini nyaris tak terlihat.
Dari Pajak ke Produk: Ekspansi Berbasis Identitas
Namun PKAAL tidak berhenti di soal pajak. Mereka bergerak lebih jauh: menyusun strategi ekspansi usaha dan memasarkan produk khas Lasem ke tingkat yang lebih luas. Di antaranya, kerupuk rebung dan jus rebung—dua hasil olahan dari bambu lokal yang menjadi simbol identitas wilayah.
Baca juga: Wamenkop Harap KMP Danowudu Jadi Wadah Pemberdayaan Masyarakat
“Kami tidak sekadar berjualan. Kami membawa Lasem ke dalam rasa. Ini cara kami menjaga warisan dan memperkenalkannya ke luar,” jelas Hartanto, Sekretaris PKAAL.
Taufik, sang bendahara, menambahkan bahwa mereka tengah menyusun sistem manajemen produksi agar dapat memenuhi permintaan pasar yang lebih besar. Dengan perencanaan keuangan yang lebih disiplin, harapannya UMKM di Lasem tidak hanya bertahan tapi tumbuh, bahkan menembus pasar digital.
Transformasi dari Dalam: Ketika Komunitas Menjadi Mesin Perubahan
Tak menunggu komando dari atas, para pedagang ini memutuskan untuk berubah dari dalam. Mereka mendidik diri sendiri, membangun sistem keuangan mandiri, dan merancang distribusi yang efisien. Sebuah bentuk kemandirian ekonomi yang jarang terlihat di sektor informal.
“Kami bukan menunggu bantuan, kami bergerak duluan,” tegas Mustofa.
Pemerintah daerah pun kini dihadapkan pada sebuah peluang emas: mendukung inisiatif nyata dari bawah yang dapat mengangkat perekonomian daerah secara inklusif. Dengan intervensi kebijakan yang tepat seperti pelatihan, akses permodalan, dan legalitas usaha Lasem bisa menjadi contoh nasional dalam pembangunan berbasis komunitas.
Lasem, Sebuah Peluang Model Ekonomi Masa Depan
Jika langkah ini dijaga dan terus dikembangkan, Lasem bukan hanya akan dikenal karena jejak peranakan Tionghoa dan bangunan tuanya yang eksotik, tapi juga karena model transformasi ekonomi yang digerakkan oleh rakyat.
Lasem bangkit. Bukan karena proyek besar atau investor asing, tetapi oleh sekelompok kecil warga yang percaya bahwa perubahan dimulai dari keberanian untuk bertanggung jawab.
Dan dari alun-alun sederhana ini, percikan kecil itu kini mulai menjalar jadi nyala besar.