BLORA, SULAWESION – Di tengah semilir angin pagi Blora, Wisma Pratama pada Sabtu 19 April 2025, menjelma menjadi ruang penuh kehangatan dan keindahan.
Lebih dari sekadar pertemuan rutin, acara Halal Bi Halal 1446 Hijriah yang dirangkai dengan peringatan Hari Kartini oleh Paguyuban Tembang Kenangan Kabupaten Blora menjadi perwujudan nyata dari harmoni budaya, nilai keislaman, dan emansipasi perempuan.
Presiden Paguyuban, Endang Setyowati menyampaikan pesan penuh makna. Ia menyoroti pentingnya peran perempuan masa kini yang tak hanya kuat secara mental, tetapi juga cerdas dan tetap anggun menjaga jati diri.
“Kartini masa kini harus mampu berdiri tegak dengan kemandirian dan kecerdasan namun tetap santun, tak lupa kodrat dan budayanya,” tutur Endang dengan suara tenang yang menyentuh.
Dalam momen spesial ini, ia juga memberikan apresiasi berupa buket bunga kepada sosok perempuan inspiratif, istri dari penasehat paguyuban, sebagai simbol penghargaan terhadap peran istri dan ibu dalam komunitas seni budaya.
Nuansa lebaran kian terasa ketika Endang menyampaikan permohonan maaf lahir batin kepada ratusan peserta yang hadir. Ia mengajak seluruh anggota untuk menghapus segala prasangka dan kembali pada hati yang bersih.
“Kita ini satu keluarga, tidak perlu menyimpan dendam atau iri hati. Semua kita hapus, kita mulai kembali dari nol, dari cinta yang murni,” ucapnya tulus.
Paguyuban Tembang Kenangan Blora kini memiliki tiga agenda rutin tahunan diantaranya Semarak Tujuh Belasan, Halal Bi Halal, dan yang terbaru, Gebyar Semarak Ramadan.
Tahun 2025 ini pada event ramadan, paguyuban meraih predikat terfavorit dari bupati Blora dan ketua Dekranasda.
Sebuah bukti bahwa tembang kenangan tak sekadar nostalgia, tapi juga media pelestari budaya dan perekat sosial.
Momen kian bermakna saat Supardan menyampaikan tausiyah tentang makna laku papat ala Sunan Kalijaga yaitu Lebaran (kembali suci), Luberan (rejeki yang dibagikan), Leburan (dosa yang melebur bersama maaf), dan Laburan (hati yang kembali putih dan jernih). Empat filosofi yang merangkum esensi ramadan dan Idul Fitri.
Tausiyah ditutup dengan tradisi salaman penuh haru diikuti penampilan tembang kenangan dari 20 grup musik yang hadir.
Lantunan lagu-lagu lama membawa para hadirin menyusuri lorong kenangan, menciptakan harmoni yang tak hanya terdengar tapi terasa di hati.
Perempuan-perempuan anggun berkebaya, pria-pria berbusana adat Samin, serta sentuhan wayang orang sebagai aksesori—semua berpadu dalam perayaan yang kaya makna.
Inilah Blora; kota kecil dengan jiwa besar, yang selalu tahu cara merayakan silaturahmi dan sejarah dengan indah.