BLORA,SULAWESION.COM– Dalam sebuah insiden yang menggemparkan, sebuah kecelakaan tragis terjadi di proyek pembangunan Gedung RS PKU Muhammadiyah Blora yang berlokasi di Jalan Raya Blora-Cepu, Desa Seso.
Kejadian itu terjadi pada 8 Februari 2025, sekitar pukul 07.30 WIB, lift yang digunakan oleh 13 pekerja konstruksi tiba-tiba jatuh dari ketinggian 20 meter.
Kecelakaan ini mengakibatkan lima pekerja meninggal dunia dan delapan lainnya mengalami luka berat. Kejadian ini menyita perhatian luas dan mengundang berbagai pertanyaan tentang standar keselamatan kerja di proyek-proyek konstruksi.
Menurut keterangan pihak kepolisian, kejadian bermula saat para pekerja menggunakan lift untuk menuju lantai tiga dan empat gedung yang sedang dalam tahap pembangunan.
Namun, saat lift bergerak dari lantai tiga menuju lantai empat, terdengar suara mencurigakan dari kabel seling mesin. Beberapa detik setelah suara tersebut terdengar, lift yang seharusnya aman dan terjamin kecepatannya, jatuh mendekati tanah, menimbulkan kepanikan dan kerusakan yang tak dapat dipulihkan.
Akibat kecelakaan ini, lima pekerja yang sempat dilarikan ke rumah sakit akhirnya meninggal dunia.
Sementara itu, delapan pekerja lainnya menderita luka-luka serius. Petugas kepolisian dari Polres Blora langsung melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) untuk menyelidiki lebih lanjut.
Mereka mengamankan barang bukti, termasuk komponen lift yang rusak, untuk memastikan penyebab kecelakaan tersebut.
Penyelidikan yang dilakukan Polres Blora mengarah pada satu orang yang dianggap bertanggung jawab atas insiden tersebut.
Drs. Sugiyanto, Ketua Panitia Pembangunan Gedung RS PKU Muhammadiyah Blora, resmi ditetapkan sebagai tersangka.
Sugiyanto diduga lalai dalam pengawasan dan pemeliharaan alat berat di lokasi proyek, yang menjadi penyebab utama kecelakaan ini. Ia dijerat dengan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 KUHPidana tentang kelalaian yang menyebabkan kematian dan luka-luka.
“Penyidikan kami masih terus berlangsung untuk memastikan apakah ada pihak lain yang terlibat dan bagaimana kejadian ini bisa terjadi. Kami juga akan memeriksa alat-alat berat lainnya untuk mencegah kecelakaan serupa di masa depan,” ujar Kompol Slamet Riyanto, Wakapolres Blora.
Kasus ini memicu gelombang perhatian publik, terutama terkait standar keselamatan kerja yang selama ini diterapkan di proyek-proyek konstruksi.
Kecelakaan ini menyoroti kurangnya pengawasan terhadap alat berat dan pentingnya penerapan teknologi yang lebih canggih dalam memastikan keselamatan pekerja.
Masyarakat Blora kini berharap agar kejadian ini menjadi titik balik bagi perbaikan sistem pengawasan dan keselamatan kerja di industri konstruksi.
Keluarga korban, yang tengah berduka, menuntut keadilan dan kompensasi atas kehilangan yang mereka alami.
Mereka menginginkan agar proses hukum berjalan secara transparan, serta berharap agar tragedi ini menjadi pembelajaran untuk semua pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi.
Kejadian ini juga menjadi alarm bagi industri konstruksi agar lebih serius dalam menjaga keselamatan dan kesejahteraan pekerja, dengan memanfaatkan teknologi dan sistem yang lebih maju untuk menghindari risiko yang tidak terkontrol.
Proyek pembangunan rumah sakit yang semula diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat Blora kini meninggalkan kenangan kelam.
Namun, melalui proses hukum yang adil, diharapkan akan ada perubahan signifikan dalam standar keselamatan kerja di masa depan, serta menutup celah yang bisa menyebabkan tragedi serupa.