Ritual Sedekah Bumi Ngrapah: Saat Gamelan, Tumpeng, dan Tayub Bersatu

Ritual pentas sakral tayuban sedekah bumi. (Dokumentasi | Ist)

BLORA, SULAWESION.COM – Ketika matahari mulai condong ke barat di Dusun Ngrapah, Desa Bangsri, Kecamatan Jepon, aroma masakan tradisional mulai menyeruak dari rumah-rumah warga.

Di halaman rumah Kepala Dusun Syaikul Amin, sebuah panggung sederhana berdiri, namun tak ada yang biasa dari apa yang akan tersaji di atasnya.

Inilah pentas sakral sekaligus meriah yang dikenal warga sebagai tayuban, tarian rakyat yang kini menjadi simbol identitas budaya sekaligus perekat sosial dalam tradisi Sedekah Bumi.

Tiga penari tayub pilihan Jeni dari Banjarejo, Yati dari Ngantulan, dan Endang dari Turirejo menjadi pusat perhatian sore itu.

Dengan balutan kebaya dan sanggul rapi, mereka menari luwes mengikuti alunan gending “Mbangun Desa”, yang dimainkan kelompok gamelan lokal. Kepala Desa Bangsri Yananta Laga Kusuma beserta perangkat desa pun naik ke panggung, disambut dengan selendang tarian yang diulurkan penari. Sebuah simbol ajakan untuk bergabung dalam suka cita dan harmoni.

Tayub bukan sekadar hiburan. Di Blora, ia adalah jembatan waktu yang menghubungkan masa kini dengan kebijaksanaan masa lalu. Kepala Dusun Syaikul Amin menyebutnya sebagai bentuk syukur dan penghormatan terhadap alam dan Tuhan atas berkah panen dan rezeki yang melimpah.

“Acara ini digelar secara gotong royong, dan tayub sudah menjadi tradisi turun-temurun setiap kali sedekah bumi digelar,” ungkapnya.

Rangkaian acara dimulai dengan kenduri, di mana warga membawa tumpeng, lauk-pauk, serta aneka panganan tradisional ke rumah Kadus. Prosesi ini dipimpin doa bersama oleh tokoh agama, lalu dilanjutkan dengan makan bersama bukan hanya untuk keluarga, tapi juga kerabat dan tamu dari desa lain.

Menu khas seperti tape ketan, pasung, dumbek, bogis, dan jadah pun menjadi suguhan wajib. Di balik kesederhanaannya, makanan ini menyimpan cerita tentang kebersamaan, keuletan, dan rasa syukur.

Tak hanya menjadi bagian dari pesta rakyat, tayub kini resmi tercatat sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) Ekspresi Budaya Tradisional oleh Kementerian Hukum dan HAM. Sebuah pengakuan nasional yang memperkuat posisi Blora sebagai salah satu daerah penjaga warisan budaya Jawa.

Bupati Blora Arief Rohman menyambut baik sertifikasi tersebut. “Ini adalah bentuk penghormatan terhadap warisan nenek moyang kita. Sertifikat KIK ini juga menjadi tameng pelindung agar budaya kita tidak diambil atau diklaim oleh pihak lain,” ujarnya.

Dalam pusaran modernisasi yang terus bergerak cepat, Dusun Ngrapah dan tarian tayub mengajarkan satu hal penting: bahwa menjaga tradisi bukan berarti menolak perubahan, tapi merawat akar agar pohon kehidupan tetap tegak dan berbuah bagi generasi selanjutnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan